Cari di Blog Ini

Syaikhona Kholil Al Bangkalani



KH. Kholil Al Bangkalani
(Syaikhona Kholil Al Bangkalani)


Kyai Kholil Bangkalan memang sebuah pribadi yang fenomenal. Dari sudut pandang manapun kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. KH Kholil Bangkalan atau yang biasa disebut Mbah Kholil Bangkalan adalah seorang Ulama’ kelahiran Bangkalan (Madura), yang kemudian kota kelahirannya tersebut dinisbatkan pada namanya, dan akhirnya beliau dikenal dengan sebutan Kyai Kholil Bangkalan. Selain kealimannya dalam ilmu nahwu, shorof, fiqh, dan ulumul qur’an, serta qira’ah sab’ah, beliau juga seorang khafidz al qur’an. Selain itu juga Beliau dikenal sebagai seorang Ulama’ yang mempunyai kemampuan dalam hal yang tak kasat mata. Beliau memiliki kemampuan supranatural tinggi, waskita yang luar biasa. Maka sangatlah wajar bila sebagian besar Ulama’ dan ummat Islam Indonesia meyakininya sebagai seorang wali Alloh.

Nama kecil beliau adalah Muhammad Kholil. Beliau dilahirkan di desa Keramat, kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan, pada Ahad Pahing, tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H, yang bertepatan dengan 14 Maret 1820 M. Ayahanda beliau adalah KH Abdul Lathif yang masih keturunan dari Sayyid Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati).

Sejak kecil, Kyai Kholil sudah menunjukkan minat dan bakat istimewanya terhadap ilmu dan agama ketika masih dalam asuhan dan didikan ayahandanya Kyai Abdul Lathif. Kehausan akan ilmu agama (terutama ilmu tata bahasa arab tradisional, nahwu sharaf) sangatlah luar biasa. Kyai Kholil muda dengan mudahnya menghafal kitab awamil, Al Ajrumiyah, Imrithy, Mutammimah dan Kailany, bahkan juga Alfiyah Ibnu Malik.

Setelah dididik di lingkungan keluarganya sendiri, Kyai Kholil kemudian melanjutkan pendidikannya ke pesantren di sekitar Bangkalan. Diantara guru beliau pada saat itu adalah Tuan Guru Dawuh (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Dawuh) yang bermukim di desa Melajeh Bangkalan. Tuan Guru Dawuh adalah seorang guru yang sangat alim terhadap berbagai ilmu, dengan kepribadian periang. Mungkin karna keperiangannya Guru Dawuh memiliki cara mengajar yang berbeda dengan Guru lainnya. Metode mengajarnya tergolong unik, kondisional, dan spontan. Dalam memberi pelajaran kepada beberapa muridnya tidak harus menetap di pesantren, tetapi dimana saja dalam sekejab dapat berubah menjadi pesantren terbuka. Kadang beliau memberi pelajaran sambil berjalan mengelilingi kota Bangkalan. Kadang juga terlihat di bawah pohon, kadang di pinggir sungai atau diatas bukit. Pengamalan metode seperti ini mengingatkan kita pada seorang filosof besar Socrates. Guru Dawuh dan Socrates mempunyai cara yang sama dalam memberikan pelajaran di alam terbuka.

Setelah berguru pada Tuan Guru Dawuh, Kyai Kholil muda kemudian berpindah ke guru lain yang bernama Tuan Guru Agung (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Agung). Tuan Guru Agung tidak saja Alim dalam ilmu lahir, tetapi juga alim dalam ilmu bathin. Dapat dikatakan Tuan Guru Agung adalah seorang Guru yang sempurna keilmuannya. Suatu hari, Tuan Guru Agung mengajar Surat Al Ikhlas pada Kyai Kholil muda. Kyai kholil disuruh membaca surat tersebut, dan ketika baru saja selesai membaca ayat yang pertama “Qul huwallohu ahad” (katakan Dia Allah itu satu), mendadak sang Guru menghentikan bacaan Kyai Kholil. Kemudian Kyai Kholil di suruh mencari serta menemukan Allah. Kyai Kholil memang santri yang patuh dan tawadduk kepada semua gurunya. Apa yang ditugaskan oleh gurunya selalu dikerjakan dengan tabah dan ikhlash. Sehingga, kesungguhan dan ketabahannya dalam belajar serta minat dan bakat yang sempurna dalam menyerap berbagai ilmu menjadikan Kyai Kholil muda sudah mencapai Alimun rabbaniyyun wa bi achkamihi (menguasai ilmu ketuhanan sekaligus ilmu fiqh).

Selanjutnya, dalam memuaskan dahaganya terhadap ilmu agama, Kyai Kholil melanjutkan belajarnya di beberapa pesantren di pulau jawa. 

Diantara guru-guru beliau di pulau jawa adalah :
  1. KH. Muhammad Noer (Pondok Pesantren Langitan) yang terletak di desa Mandungan, Widang, Langitan, Tuban. Di pesantren ini Kyai Kholil berguru selama 3 tahun.
  2. KH. Asyik (Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Jawa Timur)
  3. Kyai Arif (Pondok Pesantren Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil di restui oleh Kyai Arif (pengasuh Pondok) untuk berguru pada KH. Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri yang tidak begitu jauh jaraknya dari Pondok Pesantren Darussalam.
  4. KH. Noer Hasan (Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil pulang-pergi dari Pesantren Darussalam ke Pesantren Sidogiri, karna dalam berguru kepada KH. Noer Hasan Sidogiri, Kyai Kholil masih tetap tinggal di Asrama Pondok Pesantren Darussalam. Selama pulang-pergi dari dua pesantren tersebut yang berjarak 7 km, Kyai Kholil melakukannya dengan berjalan kaki sambil menghatamkan surat Yasin sebanyak 41 kali. Sebab itulah, setiap hari libur selasa dan jum’at Kyai menangis karna beliau merasa bahwa dirinya tidak istiqomah. Di pesantren ini juga, setiap kali Kyai Kholil memasuki area pesantren, beliau segera melepaskan terompah sandalnya dalam rangka tawaddu’ kepada para penghuni qubur yang berada di samping Masjid Pesantren.
  5. KH. Abdul Bashar (Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Setail, Genteng, Banyuwangi). Pesantren inilah sebagai Pesantren tempat Kyai Kholil nyantri untuk terakhir kalinya di Pulau Jawa sebelum kemudian nyantri di Tanah Suci Makkatal Mukarromah. Di Pesantren ini,  Kyai Kholil selain nyantri, beliau juga sebagai buruh memetik buah kelapa yang dimiliki oleh KH. Abdul Bashar (pengasuh Pesantren ini) dengan upah setiap 80 pohon mendapatkan 3 sen. Semua hasil upah memetik buah kelapa oleh Kyai Kholil disimpan didalam peti, kemudian dipersembahkan kepada Kyai Abdul Bashar. Selanjutnya, tentang biaya makan sehari-hari Kyai Kholil menjalaninya dengan prihatin. Terkadang menjadi pembantu (khadam) Sang Guru, mengisi bak mandi, mencuci pakaian, mencuci piring, serta pekerjaan lainnya. Atau bahkan juga Kyai Kholil seringkali menjadi buruh masak teman-temannya seasrama. Dari kehidupan prihatin itulah Kyai Kholil mendapatkan makan dengan Cuma-Cuma.
Kemudian setelah itu Kyai Kholil melanjutkan belajarnya ke Tanah Suci Makkatal Mukarromah. Setibanya di kota Makkah beliau bergabung dengan para santri-santri mukimin dari tanah air. Dintaranya adalah Syaikh Abdul Ghani dari Bima, Syaikh Yusuf dari Sumbawa, KH Asnawi dari Kudus, Ajengan Tubagus Bakri dari Purwakarta (Ajengan Sempur), Syaikh Arsyad dari Banten, KH. asy’ari dari Bawean, KH. Majnun Mauk dari Tangerang, Syaikh Ahmad Khotib dari Minangkabau, Syaikh Muhammad Yasin dari Padang dan beberapa teman lainnya dari tanah air. 

Selama di kota Makkah Al Mukarromah, jika Kyai Kholil hendak buang air besar beliau tidak pernah melakukannya di tanah haram, melainkan harus keluar dari taha haram. Semuanya dilakukan oleh Kyai Kholil karena perasaan menghormati tanah haram Makkatal Mukarromah yang begitu tinggi.

Dalam berguru, Kyai Kholil menggunakan media baju putihnya yang selalu beliau kenakan sebagai tempat menuliskan pelajaran. Kemudian setelah pelajaran dapat dihapal dan dipahami barulah baju tersebut dicuci.

Tentang biaya hidup selama bejar di Makkah, Kyai Kholil menulis berbagai risalah dan kitab yang kemudian beliau jual. Kyai Kholil banyak menulis kitab Alfiah yang beliau jual dengan harga 200 riyal perkitab. Terkadang juga beliau memanfaatkan keahliannya menulis Khot arab (kaligrafi) untuk menghasilkan uang. Semua hasil penulisan risalah, kitab dan khot (kaligrafi) kemudian beliau persembahkan kepada Sang Guru.

Semasa di kota Makkah, Kyai Kholil berguru kepada :
  1. Syaikh Nawawi Al Jawi Al Bantani yang bergelar Sayyid Ulama’ Al Hijaz. Beliau adalah seorang ulama’ yang ahli dalam dalam bidang tafsir Al qur’an. Karyanya adalah tafsir Munir li ma’alim al tanzil 2 jild tebal.
  2. Syaikh Khotib Umar dari Bima.
  3. Diceritakan bahwa setelah sepulang dai makkatal Mukarromah, suatu ketika Kyai Kholil pernah bepergian dengan menaiki kendaraan umum yang pada waktu itu adalah dokar (bendi) yang di tarik oleh seekor kuda. Baru berjalan beberapa meter secara sambil lalu Kyai Kholil bertanya kepada Sang Kusir Dokar. “Pak Kusir, kuda sampean kok bagus. Dari mana Sampean mendapatkannya ?” ucap Kyai Kholil sambil melihat kuda yang sedang berlari. Kemudian sang Kusir Dokar menjawab “Saya mendapatkan kuda ini dari Bima, Kyai !”. mendengar jawaban demikian, spontan mengingatkan Kyai Kholil akan Gurunya yang dari Bima Syaikh Khotib Umar. Maka dengan serta merta Kyai Kholil meminta kepada Sang Kusir Dokar untuk menghentikan lari kudanya dan segera kemudian membayar ongkos lalu turun dari dokar (bendi). Hal ini dilakukan oleh Kyai Kholil dalam rang rasa hormatnya terhadap Sang Guru yang berasal dari Bima.
  4. Syaikh Ahamd  Khotib Sambas bin Abdul Ghaffar Al Jawi al Sambasi yang mukim di Jabal Qubais. Dari Syaikh Ahamd  Khotib ini Kyai Kholil medapat ijazah dan Bai’at Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
  5. Syaikh Ali Rahbini. Beliau adalah seorang Ulama’ yang tuna netra. Ketika berguru kepada Syaikh Ali Rahbini, Kyai Kholil jika tidur mala senantiasa berada tepat di tengah pintu masjid yang biasa dilalui oleh Syaikh Ali Rahbini. Dengan harapan manakala Syaikh Ali Rahbini lewat akan menginjak dirinya, lalu ia terbangun dan kemudian menuntunnya untuk sampai ke tempat pengimaman.
Setelah dirasa dan memandang Kyai Kholil cukup mampu dalam ilmu agama, Syaikh Ali Rahbini kemudian menyuruh Kyai Kholil untuk segera pulang karna di tanah airnya beliau lebih dibuthkan oleh ummat.

Sepulang dari kota Makkah, Kyai Kholil mendirikan pesantren di kota Bangkalan, tepatnya di desa Jengkibuan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Yang dikemudian hari pesantren ini diserahkan kepada menantunya Ndoro Muntaha seorang Kyai muda yang masih kerabat dekat dan berdarah ningrat.

Setelah itu Kyai Kholil medirikan pesantren lagi yang lokasinya tidak begitu jauh dengan pesantren yang beliau dirikan lebih dulu. Tepatnya di desa Kademangan sekitar 200 meter dari alun-alun kota bangkalan. Kealiman Kyai Kholil semakin hari semakin masyhur, tidak hanya di pulau madura saja, melainkan sudah menjangkau hingga ke pelosok pulau Jawa. Maka tak heran bila beberapa santri dari pelosok tanah jawa mulai berdatangan untuk berguru kepada Beliau.

Beberapa santri beliau yang sempat ditelusuri adalah :
  1. KHM. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ dan pendiri Pesantren Mamba’ul Ulum Tebuireng Jombang. Beliau Ahli dalam bidang Hadits, khususnya hadits Bukhori yang yang sanad rowinya dari beliau bersambung hingga kepada Rosululloh.
  2. KH. Syamsul Arifin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbond
  3. KH. Abdul Wahab Hasbullah penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jomban
  4. KH. Bisri Syansuri pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
  5. KH. Ridlwan Abdullah adalah seorang Kyai yang mempunyai keahlian dalam bidang seni lukis. Beliau adalah pencipta lambang Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.
  6. KH. Ma’ruf Kedonglo Kediri adalah seorang Ulama yang mempunyai mata bathin yang sangat kuat. Dikalangan santrinya beliau dikenal dengan sebutan Al ‘Arif Billah. Beliau mempunyai ijazah Sholawat Wahidiyah langsung dari Rosululloh Muhammad SA
  7. KH. Ma’shum Lasem pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Lasem Rembang.
  8. KHR. As’ad Syamsul Arifin pengasuh dan penerus pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbondo.
  9. KH. Muhammad Shiddiq pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jember.
  10. KH. Muhammad Hasan Genggong pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
  11. KH. Abdullah Mubarak pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya. Putra beliau yang bernama KHA. Shohibul Wafa Tajul Arifin atau yang biasa disebut dan dikenal orang dengan sebutan Abah Anom adalah Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah yang tertua di Indonesia pada saat ini.
  12. KH. Asy’ari Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah Wonosari Bondowoso
  13. KH. Abi Sujak Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi Kebun Agung Sumenep.
  14. KH. Abdul Aziz pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Temporejo Jember.
  15. KH. Karimullah pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Taman Bondowoso.
  16. KH. Munawwir pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta. Salah Seorang Putra beliau yang bernama KH. Warson Mnunawwir telah mampu menghasilkan sebuah karya agung Kamus Besar bahasa arab yang di beri judul Kamus Al Munawwir.
  17. KH. Abdul Karim pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Lirboyo Kediri.
  18. KH. Jazuli Utsman pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
  19. KH. Zaini Mun’im pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
  20. KH. Romli Tamim penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang. Beliau juga sebagai Mursyid Sah Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
  21. KH. Masykur, beliau banyak berkiprah di bidang politik dan kenegaraan. Menjadi panglima perang Sabilillah, Ketua umum PBNU, dan Menteri Agama.
  22. KH. Bisri Musthofa, beliau dikenal sebagai seorang ulama Ahli Tafsir. Buah karyanya yang terkenal adalah Tafsir Al Ibriz fi Ma’rifati Tafsiril Qur’an.
  23. KH. Usmuni pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Usmuni Terate Sumenep.
  24. KH. Khozin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo.
  25. KH. Nawawi bin Noer Hasan Pengasuh dan Penerus Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
  26. KH. Abdullah Faqih Umar pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Cemoro Rogojampi Banyuwangi.
  27. KH, Yasin bin Rais pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Pasuruan.
  28. KH. Muhammad Rawi pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sumur Nangka Mudung Bangakalan. Termasuk putra beliau KH. Talhah Rawi adalah juga Santri Kyai Kholil Bangkalan yang mendampingi detik-detik terakhir Kyai Kholil pergi menghadap ke Hadlirat Illahi Robby
  29. KH. Abdul Fatah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Fattach Tulungagung.
  30. KH. Ridwan bin Ahmad penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sedayu Gresik. Selain beliau seorang Hafidz, beliau juga mahir dibidang ilmu hisab.
  31. KH. Ahmad Qusyairi penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah Pasuruan.
  32. KH. Abdul Hamid bin Itsbat pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyu Anyar Pamekasan.
  33. KH. Abdul Madjid bin Abdul Hamid pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Bata bata Pamekasan.
  34. KH. Talhah Jamaluddin pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Sumbergayam Pamekasan.
  35. KH. Hasan Musthofa Garut Jawa Barat adalah seorang Sastrawan yang produktif. Buah karyanya banyak ditulis dalam bahasa melayu, sunda dan Arab. Salah satu karyanya telah diterbitkan di negara Mesir, dan sekitar tahun 1946 kitab “Adat-Adat Urang Periangan Jeum Sunda Lianna” diterjemahkan kedalam Bahasa belanda oleh RA. Kern.
  36. KHR. Faqih Maskumambang Gresik Jawa Timur adalah seorang tokoh yang ahli dan Mahir di bidang Ilmu Fiqh.
  37. KH. Yatawi Puger Jember adalah Seorang Kyai yang sekaligus sebagai seorang Pendekar yang banyak menyadarkan para Bromocorah untuk kembali menjadi manusia yang beradab beragama Islam.
  38. KH. Abdul Wahab pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Huda Penatapan Banyuwangi.
  39. Sayyid Ali Bafaqih pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Syamsul Huda Negara Bali.
Silsilah Kyai Kholil Bangkalan

Dari catatan KH. Abdullah Schal dan KHR As’ad Syamsul Arifin, serta catatan Sayyid Isa bin Muhammad Al Kaff Palembang ada sedikit perbedaan tentang silsilah Kyai Kholil Bangkalan. Namun ketiga catatan tersebut sama-sama bermuara kepada Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang menikah dengan Sayyidah Khodijah Putri Sayyid Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Silsilah Kyai Kholil selengkapnya dapat diketahui sebagai berikut :
  1. Kyai Muhammad Kholil Al Bangkalany, bin
  2. Kyai Abdul Lathif bin
  3. Kyai Hamim, bin
  4. Kyai Abdul Karim, bin
  5. Kyai Asror Karomah, bin
  6. Kyai Muharrom, bin
  7. Kyai Abdullah, bin
  8. Sayyid Sulaiman Mojo Agung Jombang, bin
  9. Sayyid Abdurrahman Basyaiban, bin
  10. Sayyidina Umar, bin
  11. Sayyidina Muhammad, bin
  12. Sayyidina Abdul Wahab, bin
  13. Sayyidina Abu Bakar Syaibani, bin
  14. Sayyidina Muhammad Asya’dullah, bin
  15. Sayyidina Hasan At Tarony, bin
  16. Sayyidina  Ali, bin
  17. Sayyidina Faqih Muqaddam Muhammad, bin
  18. Sayyidina Alwi, bin
  19. Sayyidina Muhammad Shahib Mirbath, bin
  20. Sayyidina Ali Khola’ Qosam, bin
  21. Sayyidina Alwi, bin
  22. Sayyidina Muhammad, bin
  23. Sayyidina Imam Alwi, bin
  24. Sayyidina Ubaidillah, bin
  25. Sayyidina Ahmad Muhajir, bin
  26. Sayyidina Isa, bin
  27. Sayyidina Muhammad Naqib, bin
  28. Sayyidina Ali Al Uraidli, bin
  29. Sayyidina Ja’far Shodiq, bin
  30. Sayyidina Muhammad Baqir, bin
  31. Sayyidina Ali Zainal Abidin, bin
  32. Sayyidina Husein RA (bin Sayyidina Ali KW)
  33. Sayyidatina Fathimah Az Zahro RA binti
  34. Sayyidina Muhammad SAW.
 Makam Kyai Kholil Bangkalan

Sekitar jam 03.00 dini hari di bulan Ramadlon, menjelang Iedul Fitri kurang 1 hari, mendadak Kyai Kholil sakit. Kyai Muntaha (Ndoro Muntaha) menantu Kyai Kholil segera menyusuruh salah seorang Santri yang bernama Thalhah Rawi untuk ikut mendampingi Kyai Kholil yang sedang jatuh sakit. Dialah satu-satunya santri yang menemani Kyai Kholil ketika sedang sakit keras. 

Menyadari bahwa sakit Kyai Kholil tidak ada lagi harapan untuk sembuh, Thalhah Rawi sambil berlinangan air mata, segera menyalami tangan Kyai Kholil yang penuh berkah. Selanjutnya, sekitar setengah jam kemudian sekitar pukul 03.30 dini hari Kyai Kholil tersenyum bagaikan seorang yang tengah tidur tentram di pembaringan. Saat itu malam jum’at legi tanggal 29 Ramadlon 1343 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 24 April 1925 Masehi, (ada perbedaan pendapat tentang tahun meninggalnya Kyai Kholil. Kyai Fuad Amin Putra Kyai Kholil mengatakan bahwa Kyai Kholil meninggal pada tahun 1924 M).

Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, Kyai Kholil akhirnya telah wafat (dalam usia yang cukup tua, 108 tahun), Beliau meninggalkan kita semua. Bumi menangis, langit pun meneteskan air matanya. Bumi berduka karna tak ada lagi sujud dari Sang Guru yang Bijaksana. Langit  bersedih karna tak ada lagi pahala yang padanya dari Seorang Guru yang antik dan aneh. Selamat jalan Syaikhona Kholil semoga Allah mensucikan ruh dan jasadnya. Amin allohumma amin.

Akhirnya jasad mulia beliau dikebumikan di desa Mertajasa kecamatan Bangkalan, sebuah komplek pemakaman keluarga.




Naqaltuha 'an :
Judul/Title : Surat Kepada Anjing Hitam
Penulis/Author : Saifur Rahman
Penerbit/Publisher : Pustaka Ciganjur

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.