Cari di Blog Ini

KH Ahmad Aruqot



KH Ahmad Aruqot

 

KH Ahmad Aruqot lahir di desa Kedung-Cangkring sekitar tahun 1885. Ayahnya Kyai Asfiya’ adalah perintis berdirinya Majlis Ta’lim di desa itu pada tahun 1889. Majlis Ta’lim inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Roudlatul Muallimin-Muallimat di desa itu, yang tetap lestari hingga sekarang, dengan santri kurang-lebih 300 orang putra dan putri. Masyarakat Kedungcangkring dan sekitarnya mengenang dan menulis kisah perjalanan hidup Kyai Aruqot dengan catatan tinta emas. Kyai Aruqot adalah seorang kyai yang sangat berwibawa. Bukan hanya karena beliau seorang singa podium atau memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi, akan tetapi lebih dari itu, karena beliau adalah seorang ulama’ yang alim, mukhlish, tekun, teguh pendirian, dan selalu sejalan antara ucapan dan perbuatannya.

Disamping itu Kyai Aruqot juga dikenal sebagai seorang abid yang zahid. Menurut salah seorang cucunya, selain rutin menjaga shalat berjama’ah lima waktu, puasa senin dan kamis, muthalaah kitab kuning, beliau juga membatasi tidurnya. Beliau biasa tidur pukul 21.00 dan bangun kembali pada pukul 23.00. Kemudian, Kyai yang sorot matanya teduh itu, setelah minum segelas kopi, makan kue dan merokok, beliau pun menjalankan ibadaj shalat malam dan membaca wirid hingga subuh menjelang. Usai shalat subuh, beliau menggarap sawah miliknya hungga pukul 07.00. Baru setelah itu beliau pulang untuk mengajar (mengaji) untuk para santrinya.

Dan ketika padi yang beliau tanam telah panen, padi-padi itu tidak langsung masuk lumbung, akan tetapi ketika padi itu sudah terkumpul didepan pintu lumbung, Kyai Aruqot mengumpulkan para tetangga yang berhak menerima zakat terlebuh dahulu. Setelah itu semuanya diberi padi sebagai zakatnya. Dan selanjutnya, setelah zakat diberikan seluruhnya. Barulah padi-padi itu dimasukkan ke dalam lumbung padi keluarga.


Berkat konsistensi ucapan, perbuatan dan keteladanan beiau, Kyai Aruqot mendapatkan anugrah kewibawaan yang luar biasa. Sekedar contoh, ketika ia sedang berjalan menuju masjid, dapat dipastikan setiap orang yang sedang lewat akan berhenti dan turun dari kendaraan yang tungganginya, lalu menundukkan kepala untuk memberi hormat. Pun demukian ketika mereka mendapati Kyai Aruqot sedang muthala’ah akan turun dan menuntun sepedanya untuk menghormati. Padahal jarak rumah dan jalan raya sekitar 100 meter.

Perjalanan pendidikan Kyai Aruqot

Perjalan pendidikan Kyai Aruqot (yang nama kecilnya adalah Muhyiddin) bermula dari pendidikan asuhan Ayahanda beliau sendiri, Kyai Asfiya’. Kemudian berlanjut ke pesantren Termas Pacitan dibawah asuhan KH Dimyathi. Pondok pesantren tua yang didirikan tahun 1830 itu kala itu sangat terkenal dan masyhur, karena pada saat itu saudaranya, KH Mahfudz At Turmusi, menjadi ulama’ besar di saudi Arabia. Tidak heran banyak kyai besar belajar (tholabul ilmi) disana.

Setelah dari termas, Kyai Aruqot melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Syaikhona Kholil Al Bangkalani. Sama dengan termas, pondok pesantren Syaikhona Kholil kala itu juga sangat terkenal. Banyak kyai besar belajar disana. Salah satu teman senior Kyai Aruqot semasa di Pesantren Syaikhona Kholil adalah Kyai Hasyim Asy’ary, pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ dan pendiri Pondok Pesantren Terbuireng Jombang.

Sepulang dari termas dan Bangkalan itulah Kyai Aruqot mulai aktif mengajar di tempat pengajian ayahnya yang kala itu sudah berbentuk namun belum mempunyai nama. Sepeninggal Kyai Asfiya’, pesantren diasuh oleh Kyai Aruqot. Dan pada selanjutnya, pesantren terus mengalami perkembangan pesat. Meski pondok dan mushallla hanya terbuat dari bambu, mnamun para santri terus berdatangan dari Tulungagung, Lamongan, Gresik, Blitar, dll.


Wafat Kyai Aruqot

Pada saat menjelang wafat beliau, pada malam jum’at 21 Rajab 1389 / 3 Oktober 1969, Kyai Aruqot mengumpulkan seluruh anak cucunya. Ketika semua sudah berkumpul, kemudian semuanya membaca surat yasin dan tahlil. Setelah itu beliau dawuh : “saya baru saja kedatangan tamu yang memakai jubah putih dan baunya harum. Tamu itu mengatakan, nanti pukul dua malam akan datang lagi”. Begitulah kalimat terahir yang diucapkan Kyai Aruqot. Apa arti kalimat itu ? Ternyata tepat pukul dua malam, Kyai Aruqot menghadap Ilahi. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Sebelumnya, pada saat menjelang sakaratul maut, tiba-tiba saja K Hamim Djazuli (Gus Miek) datang. Tidak ada yang tahu siapa yang menghabari Gus Miek, sampai beliau datangmenemui Kyai Aruqot. Tapi tidak lama kemudian Gus Miek pergi lagi entah kemana. Kemudian baru pukul 08.00 esok paginya, sebelum jenazah Kyai Aruqot dimakamkan, Gus Miek datang lagi, diaturi memberikan sambutan pelepasan jenazah. Jenazah Kyai Aruqot dimakamkan di pemakaman Islam Kedung Cangkring (yang berjarak 300 meter dari kediaman Kyai Aruqot). Ribuan orang berduka mengiringi kepergian Kyai yang sangat disegani itu.






Naqaltuha ‘an :
Majalah Aula edisi Juni 2013

Syaikhona Kholil Al Bangkalani



KH. Kholil Al Bangkalani
(Syaikhona Kholil Al Bangkalani)


Kyai Kholil Bangkalan memang sebuah pribadi yang fenomenal. Dari sudut pandang manapun kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. KH Kholil Bangkalan atau yang biasa disebut Mbah Kholil Bangkalan adalah seorang Ulama’ kelahiran Bangkalan (Madura), yang kemudian kota kelahirannya tersebut dinisbatkan pada namanya, dan akhirnya beliau dikenal dengan sebutan Kyai Kholil Bangkalan. Selain kealimannya dalam ilmu nahwu, shorof, fiqh, dan ulumul qur’an, serta qira’ah sab’ah, beliau juga seorang khafidz al qur’an. Selain itu juga Beliau dikenal sebagai seorang Ulama’ yang mempunyai kemampuan dalam hal yang tak kasat mata. Beliau memiliki kemampuan supranatural tinggi, waskita yang luar biasa. Maka sangatlah wajar bila sebagian besar Ulama’ dan ummat Islam Indonesia meyakininya sebagai seorang wali Alloh.

Nama kecil beliau adalah Muhammad Kholil. Beliau dilahirkan di desa Keramat, kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan, pada Ahad Pahing, tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H, yang bertepatan dengan 14 Maret 1820 M. Ayahanda beliau adalah KH Abdul Lathif yang masih keturunan dari Sayyid Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati).

Sejak kecil, Kyai Kholil sudah menunjukkan minat dan bakat istimewanya terhadap ilmu dan agama ketika masih dalam asuhan dan didikan ayahandanya Kyai Abdul Lathif. Kehausan akan ilmu agama (terutama ilmu tata bahasa arab tradisional, nahwu sharaf) sangatlah luar biasa. Kyai Kholil muda dengan mudahnya menghafal kitab awamil, Al Ajrumiyah, Imrithy, Mutammimah dan Kailany, bahkan juga Alfiyah Ibnu Malik.

Setelah dididik di lingkungan keluarganya sendiri, Kyai Kholil kemudian melanjutkan pendidikannya ke pesantren di sekitar Bangkalan. Diantara guru beliau pada saat itu adalah Tuan Guru Dawuh (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Dawuh) yang bermukim di desa Melajeh Bangkalan. Tuan Guru Dawuh adalah seorang guru yang sangat alim terhadap berbagai ilmu, dengan kepribadian periang. Mungkin karna keperiangannya Guru Dawuh memiliki cara mengajar yang berbeda dengan Guru lainnya. Metode mengajarnya tergolong unik, kondisional, dan spontan. Dalam memberi pelajaran kepada beberapa muridnya tidak harus menetap di pesantren, tetapi dimana saja dalam sekejab dapat berubah menjadi pesantren terbuka. Kadang beliau memberi pelajaran sambil berjalan mengelilingi kota Bangkalan. Kadang juga terlihat di bawah pohon, kadang di pinggir sungai atau diatas bukit. Pengamalan metode seperti ini mengingatkan kita pada seorang filosof besar Socrates. Guru Dawuh dan Socrates mempunyai cara yang sama dalam memberikan pelajaran di alam terbuka.

Setelah berguru pada Tuan Guru Dawuh, Kyai Kholil muda kemudian berpindah ke guru lain yang bernama Tuan Guru Agung (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Agung). Tuan Guru Agung tidak saja Alim dalam ilmu lahir, tetapi juga alim dalam ilmu bathin. Dapat dikatakan Tuan Guru Agung adalah seorang Guru yang sempurna keilmuannya. Suatu hari, Tuan Guru Agung mengajar Surat Al Ikhlas pada Kyai Kholil muda. Kyai kholil disuruh membaca surat tersebut, dan ketika baru saja selesai membaca ayat yang pertama “Qul huwallohu ahad” (katakan Dia Allah itu satu), mendadak sang Guru menghentikan bacaan Kyai Kholil. Kemudian Kyai Kholil di suruh mencari serta menemukan Allah. Kyai Kholil memang santri yang patuh dan tawadduk kepada semua gurunya. Apa yang ditugaskan oleh gurunya selalu dikerjakan dengan tabah dan ikhlash. Sehingga, kesungguhan dan ketabahannya dalam belajar serta minat dan bakat yang sempurna dalam menyerap berbagai ilmu menjadikan Kyai Kholil muda sudah mencapai Alimun rabbaniyyun wa bi achkamihi (menguasai ilmu ketuhanan sekaligus ilmu fiqh).

Selanjutnya, dalam memuaskan dahaganya terhadap ilmu agama, Kyai Kholil melanjutkan belajarnya di beberapa pesantren di pulau jawa. 

Diantara guru-guru beliau di pulau jawa adalah :
  1. KH. Muhammad Noer (Pondok Pesantren Langitan) yang terletak di desa Mandungan, Widang, Langitan, Tuban. Di pesantren ini Kyai Kholil berguru selama 3 tahun.
  2. KH. Asyik (Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Jawa Timur)
  3. Kyai Arif (Pondok Pesantren Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil di restui oleh Kyai Arif (pengasuh Pondok) untuk berguru pada KH. Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri yang tidak begitu jauh jaraknya dari Pondok Pesantren Darussalam.
  4. KH. Noer Hasan (Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil pulang-pergi dari Pesantren Darussalam ke Pesantren Sidogiri, karna dalam berguru kepada KH. Noer Hasan Sidogiri, Kyai Kholil masih tetap tinggal di Asrama Pondok Pesantren Darussalam. Selama pulang-pergi dari dua pesantren tersebut yang berjarak 7 km, Kyai Kholil melakukannya dengan berjalan kaki sambil menghatamkan surat Yasin sebanyak 41 kali. Sebab itulah, setiap hari libur selasa dan jum’at Kyai menangis karna beliau merasa bahwa dirinya tidak istiqomah. Di pesantren ini juga, setiap kali Kyai Kholil memasuki area pesantren, beliau segera melepaskan terompah sandalnya dalam rangka tawaddu’ kepada para penghuni qubur yang berada di samping Masjid Pesantren.
  5. KH. Abdul Bashar (Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Setail, Genteng, Banyuwangi). Pesantren inilah sebagai Pesantren tempat Kyai Kholil nyantri untuk terakhir kalinya di Pulau Jawa sebelum kemudian nyantri di Tanah Suci Makkatal Mukarromah. Di Pesantren ini,  Kyai Kholil selain nyantri, beliau juga sebagai buruh memetik buah kelapa yang dimiliki oleh KH. Abdul Bashar (pengasuh Pesantren ini) dengan upah setiap 80 pohon mendapatkan 3 sen. Semua hasil upah memetik buah kelapa oleh Kyai Kholil disimpan didalam peti, kemudian dipersembahkan kepada Kyai Abdul Bashar. Selanjutnya, tentang biaya makan sehari-hari Kyai Kholil menjalaninya dengan prihatin. Terkadang menjadi pembantu (khadam) Sang Guru, mengisi bak mandi, mencuci pakaian, mencuci piring, serta pekerjaan lainnya. Atau bahkan juga Kyai Kholil seringkali menjadi buruh masak teman-temannya seasrama. Dari kehidupan prihatin itulah Kyai Kholil mendapatkan makan dengan Cuma-Cuma.
Kemudian setelah itu Kyai Kholil melanjutkan belajarnya ke Tanah Suci Makkatal Mukarromah. Setibanya di kota Makkah beliau bergabung dengan para santri-santri mukimin dari tanah air. Dintaranya adalah Syaikh Abdul Ghani dari Bima, Syaikh Yusuf dari Sumbawa, KH Asnawi dari Kudus, Ajengan Tubagus Bakri dari Purwakarta (Ajengan Sempur), Syaikh Arsyad dari Banten, KH. asy’ari dari Bawean, KH. Majnun Mauk dari Tangerang, Syaikh Ahmad Khotib dari Minangkabau, Syaikh Muhammad Yasin dari Padang dan beberapa teman lainnya dari tanah air. 

Selama di kota Makkah Al Mukarromah, jika Kyai Kholil hendak buang air besar beliau tidak pernah melakukannya di tanah haram, melainkan harus keluar dari taha haram. Semuanya dilakukan oleh Kyai Kholil karena perasaan menghormati tanah haram Makkatal Mukarromah yang begitu tinggi.

Dalam berguru, Kyai Kholil menggunakan media baju putihnya yang selalu beliau kenakan sebagai tempat menuliskan pelajaran. Kemudian setelah pelajaran dapat dihapal dan dipahami barulah baju tersebut dicuci.

Tentang biaya hidup selama bejar di Makkah, Kyai Kholil menulis berbagai risalah dan kitab yang kemudian beliau jual. Kyai Kholil banyak menulis kitab Alfiah yang beliau jual dengan harga 200 riyal perkitab. Terkadang juga beliau memanfaatkan keahliannya menulis Khot arab (kaligrafi) untuk menghasilkan uang. Semua hasil penulisan risalah, kitab dan khot (kaligrafi) kemudian beliau persembahkan kepada Sang Guru.

Semasa di kota Makkah, Kyai Kholil berguru kepada :
  1. Syaikh Nawawi Al Jawi Al Bantani yang bergelar Sayyid Ulama’ Al Hijaz. Beliau adalah seorang ulama’ yang ahli dalam dalam bidang tafsir Al qur’an. Karyanya adalah tafsir Munir li ma’alim al tanzil 2 jild tebal.
  2. Syaikh Khotib Umar dari Bima.
  3. Diceritakan bahwa setelah sepulang dai makkatal Mukarromah, suatu ketika Kyai Kholil pernah bepergian dengan menaiki kendaraan umum yang pada waktu itu adalah dokar (bendi) yang di tarik oleh seekor kuda. Baru berjalan beberapa meter secara sambil lalu Kyai Kholil bertanya kepada Sang Kusir Dokar. “Pak Kusir, kuda sampean kok bagus. Dari mana Sampean mendapatkannya ?” ucap Kyai Kholil sambil melihat kuda yang sedang berlari. Kemudian sang Kusir Dokar menjawab “Saya mendapatkan kuda ini dari Bima, Kyai !”. mendengar jawaban demikian, spontan mengingatkan Kyai Kholil akan Gurunya yang dari Bima Syaikh Khotib Umar. Maka dengan serta merta Kyai Kholil meminta kepada Sang Kusir Dokar untuk menghentikan lari kudanya dan segera kemudian membayar ongkos lalu turun dari dokar (bendi). Hal ini dilakukan oleh Kyai Kholil dalam rang rasa hormatnya terhadap Sang Guru yang berasal dari Bima.
  4. Syaikh Ahamd  Khotib Sambas bin Abdul Ghaffar Al Jawi al Sambasi yang mukim di Jabal Qubais. Dari Syaikh Ahamd  Khotib ini Kyai Kholil medapat ijazah dan Bai’at Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
  5. Syaikh Ali Rahbini. Beliau adalah seorang Ulama’ yang tuna netra. Ketika berguru kepada Syaikh Ali Rahbini, Kyai Kholil jika tidur mala senantiasa berada tepat di tengah pintu masjid yang biasa dilalui oleh Syaikh Ali Rahbini. Dengan harapan manakala Syaikh Ali Rahbini lewat akan menginjak dirinya, lalu ia terbangun dan kemudian menuntunnya untuk sampai ke tempat pengimaman.
Setelah dirasa dan memandang Kyai Kholil cukup mampu dalam ilmu agama, Syaikh Ali Rahbini kemudian menyuruh Kyai Kholil untuk segera pulang karna di tanah airnya beliau lebih dibuthkan oleh ummat.

Sepulang dari kota Makkah, Kyai Kholil mendirikan pesantren di kota Bangkalan, tepatnya di desa Jengkibuan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Yang dikemudian hari pesantren ini diserahkan kepada menantunya Ndoro Muntaha seorang Kyai muda yang masih kerabat dekat dan berdarah ningrat.

Setelah itu Kyai Kholil medirikan pesantren lagi yang lokasinya tidak begitu jauh dengan pesantren yang beliau dirikan lebih dulu. Tepatnya di desa Kademangan sekitar 200 meter dari alun-alun kota bangkalan. Kealiman Kyai Kholil semakin hari semakin masyhur, tidak hanya di pulau madura saja, melainkan sudah menjangkau hingga ke pelosok pulau Jawa. Maka tak heran bila beberapa santri dari pelosok tanah jawa mulai berdatangan untuk berguru kepada Beliau.

Beberapa santri beliau yang sempat ditelusuri adalah :
  1. KHM. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ dan pendiri Pesantren Mamba’ul Ulum Tebuireng Jombang. Beliau Ahli dalam bidang Hadits, khususnya hadits Bukhori yang yang sanad rowinya dari beliau bersambung hingga kepada Rosululloh.
  2. KH. Syamsul Arifin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbond
  3. KH. Abdul Wahab Hasbullah penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jomban
  4. KH. Bisri Syansuri pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
  5. KH. Ridlwan Abdullah adalah seorang Kyai yang mempunyai keahlian dalam bidang seni lukis. Beliau adalah pencipta lambang Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.
  6. KH. Ma’ruf Kedonglo Kediri adalah seorang Ulama yang mempunyai mata bathin yang sangat kuat. Dikalangan santrinya beliau dikenal dengan sebutan Al ‘Arif Billah. Beliau mempunyai ijazah Sholawat Wahidiyah langsung dari Rosululloh Muhammad SA
  7. KH. Ma’shum Lasem pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Lasem Rembang.
  8. KHR. As’ad Syamsul Arifin pengasuh dan penerus pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbondo.
  9. KH. Muhammad Shiddiq pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jember.
  10. KH. Muhammad Hasan Genggong pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
  11. KH. Abdullah Mubarak pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya. Putra beliau yang bernama KHA. Shohibul Wafa Tajul Arifin atau yang biasa disebut dan dikenal orang dengan sebutan Abah Anom adalah Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah yang tertua di Indonesia pada saat ini.
  12. KH. Asy’ari Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah Wonosari Bondowoso
  13. KH. Abi Sujak Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi Kebun Agung Sumenep.
  14. KH. Abdul Aziz pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Temporejo Jember.
  15. KH. Karimullah pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Taman Bondowoso.
  16. KH. Munawwir pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta. Salah Seorang Putra beliau yang bernama KH. Warson Mnunawwir telah mampu menghasilkan sebuah karya agung Kamus Besar bahasa arab yang di beri judul Kamus Al Munawwir.
  17. KH. Abdul Karim pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Lirboyo Kediri.
  18. KH. Jazuli Utsman pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
  19. KH. Zaini Mun’im pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
  20. KH. Romli Tamim penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang. Beliau juga sebagai Mursyid Sah Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
  21. KH. Masykur, beliau banyak berkiprah di bidang politik dan kenegaraan. Menjadi panglima perang Sabilillah, Ketua umum PBNU, dan Menteri Agama.
  22. KH. Bisri Musthofa, beliau dikenal sebagai seorang ulama Ahli Tafsir. Buah karyanya yang terkenal adalah Tafsir Al Ibriz fi Ma’rifati Tafsiril Qur’an.
  23. KH. Usmuni pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Usmuni Terate Sumenep.
  24. KH. Khozin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo.
  25. KH. Nawawi bin Noer Hasan Pengasuh dan Penerus Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
  26. KH. Abdullah Faqih Umar pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Cemoro Rogojampi Banyuwangi.
  27. KH, Yasin bin Rais pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Pasuruan.
  28. KH. Muhammad Rawi pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sumur Nangka Mudung Bangakalan. Termasuk putra beliau KH. Talhah Rawi adalah juga Santri Kyai Kholil Bangkalan yang mendampingi detik-detik terakhir Kyai Kholil pergi menghadap ke Hadlirat Illahi Robby
  29. KH. Abdul Fatah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Fattach Tulungagung.
  30. KH. Ridwan bin Ahmad penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sedayu Gresik. Selain beliau seorang Hafidz, beliau juga mahir dibidang ilmu hisab.
  31. KH. Ahmad Qusyairi penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah Pasuruan.
  32. KH. Abdul Hamid bin Itsbat pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyu Anyar Pamekasan.
  33. KH. Abdul Madjid bin Abdul Hamid pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Bata bata Pamekasan.
  34. KH. Talhah Jamaluddin pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Sumbergayam Pamekasan.
  35. KH. Hasan Musthofa Garut Jawa Barat adalah seorang Sastrawan yang produktif. Buah karyanya banyak ditulis dalam bahasa melayu, sunda dan Arab. Salah satu karyanya telah diterbitkan di negara Mesir, dan sekitar tahun 1946 kitab “Adat-Adat Urang Periangan Jeum Sunda Lianna” diterjemahkan kedalam Bahasa belanda oleh RA. Kern.
  36. KHR. Faqih Maskumambang Gresik Jawa Timur adalah seorang tokoh yang ahli dan Mahir di bidang Ilmu Fiqh.
  37. KH. Yatawi Puger Jember adalah Seorang Kyai yang sekaligus sebagai seorang Pendekar yang banyak menyadarkan para Bromocorah untuk kembali menjadi manusia yang beradab beragama Islam.
  38. KH. Abdul Wahab pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Huda Penatapan Banyuwangi.
  39. Sayyid Ali Bafaqih pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Syamsul Huda Negara Bali.
Silsilah Kyai Kholil Bangkalan

Dari catatan KH. Abdullah Schal dan KHR As’ad Syamsul Arifin, serta catatan Sayyid Isa bin Muhammad Al Kaff Palembang ada sedikit perbedaan tentang silsilah Kyai Kholil Bangkalan. Namun ketiga catatan tersebut sama-sama bermuara kepada Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang menikah dengan Sayyidah Khodijah Putri Sayyid Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Silsilah Kyai Kholil selengkapnya dapat diketahui sebagai berikut :
  1. Kyai Muhammad Kholil Al Bangkalany, bin
  2. Kyai Abdul Lathif bin
  3. Kyai Hamim, bin
  4. Kyai Abdul Karim, bin
  5. Kyai Asror Karomah, bin
  6. Kyai Muharrom, bin
  7. Kyai Abdullah, bin
  8. Sayyid Sulaiman Mojo Agung Jombang, bin
  9. Sayyid Abdurrahman Basyaiban, bin
  10. Sayyidina Umar, bin
  11. Sayyidina Muhammad, bin
  12. Sayyidina Abdul Wahab, bin
  13. Sayyidina Abu Bakar Syaibani, bin
  14. Sayyidina Muhammad Asya’dullah, bin
  15. Sayyidina Hasan At Tarony, bin
  16. Sayyidina  Ali, bin
  17. Sayyidina Faqih Muqaddam Muhammad, bin
  18. Sayyidina Alwi, bin
  19. Sayyidina Muhammad Shahib Mirbath, bin
  20. Sayyidina Ali Khola’ Qosam, bin
  21. Sayyidina Alwi, bin
  22. Sayyidina Muhammad, bin
  23. Sayyidina Imam Alwi, bin
  24. Sayyidina Ubaidillah, bin
  25. Sayyidina Ahmad Muhajir, bin
  26. Sayyidina Isa, bin
  27. Sayyidina Muhammad Naqib, bin
  28. Sayyidina Ali Al Uraidli, bin
  29. Sayyidina Ja’far Shodiq, bin
  30. Sayyidina Muhammad Baqir, bin
  31. Sayyidina Ali Zainal Abidin, bin
  32. Sayyidina Husein RA (bin Sayyidina Ali KW)
  33. Sayyidatina Fathimah Az Zahro RA binti
  34. Sayyidina Muhammad SAW.
 Makam Kyai Kholil Bangkalan

Sekitar jam 03.00 dini hari di bulan Ramadlon, menjelang Iedul Fitri kurang 1 hari, mendadak Kyai Kholil sakit. Kyai Muntaha (Ndoro Muntaha) menantu Kyai Kholil segera menyusuruh salah seorang Santri yang bernama Thalhah Rawi untuk ikut mendampingi Kyai Kholil yang sedang jatuh sakit. Dialah satu-satunya santri yang menemani Kyai Kholil ketika sedang sakit keras. 

Menyadari bahwa sakit Kyai Kholil tidak ada lagi harapan untuk sembuh, Thalhah Rawi sambil berlinangan air mata, segera menyalami tangan Kyai Kholil yang penuh berkah. Selanjutnya, sekitar setengah jam kemudian sekitar pukul 03.30 dini hari Kyai Kholil tersenyum bagaikan seorang yang tengah tidur tentram di pembaringan. Saat itu malam jum’at legi tanggal 29 Ramadlon 1343 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 24 April 1925 Masehi, (ada perbedaan pendapat tentang tahun meninggalnya Kyai Kholil. Kyai Fuad Amin Putra Kyai Kholil mengatakan bahwa Kyai Kholil meninggal pada tahun 1924 M).

Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, Kyai Kholil akhirnya telah wafat (dalam usia yang cukup tua, 108 tahun), Beliau meninggalkan kita semua. Bumi menangis, langit pun meneteskan air matanya. Bumi berduka karna tak ada lagi sujud dari Sang Guru yang Bijaksana. Langit  bersedih karna tak ada lagi pahala yang padanya dari Seorang Guru yang antik dan aneh. Selamat jalan Syaikhona Kholil semoga Allah mensucikan ruh dan jasadnya. Amin allohumma amin.

Akhirnya jasad mulia beliau dikebumikan di desa Mertajasa kecamatan Bangkalan, sebuah komplek pemakaman keluarga.




Naqaltuha 'an :
Judul/Title : Surat Kepada Anjing Hitam
Penulis/Author : Saifur Rahman
Penerbit/Publisher : Pustaka Ciganjur

Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi

Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi

 
Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi adalah Al ‘Allamah Al Muhaddits Al Musnid Al Faqih Al Ushuli Al Muqri, demikian Syaikh Yasin Al Fadani (seorang ulama’ Makkah asal Padang Sumatra barat yang masyhur di era 1970-an) memberikan julukan kepada beliau. Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi lahir di desa Termas, Pacitan, Jawa Timur, pada tanggal 12 Jumadil Ula 1285 H/31 Agustus 1868 M. Beliau adalah salah seorang ulama’ yang sangat berjasa terhadap perkembangan ilmu agama yang banyak dikaji di pesantren-pesantren pulau jawa, khususnya bidang ilmu Hadits dan Ushul Fiqh. Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi memang pantas untuk dikagumi. Terlebih bagi kalangan Ahlul Isnad yang mengatahui dari siapa saja dan dari kitab apa saja beliau memperoleh ilmu. Sebab bukan hanya dalam bidang hadits dan ushul fiqh, bahkan kitab-kitab tafsir, qira’at, nahwu-sharaf, tashawwuf, sampai amalan dzikir, Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi berguru pada ulama yang memilki sanad bersambung hingga Mushonnif (penulis) kitab-kitab itu sendiri.

Awal pendidikan beliau dimulai dari Ayahanda beliau Al ‘Alim Al ‘Allamah Al Faqih As Syaikh Abdullah At Turmusi. Dari Ayah beliau, Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi mempelajari Syarh al-Ghayah li Ibni Qasim al-Ghuzza, al-Manhaj al-Qawim, Fat-h al-Mu’in, Fat-h al-Wahhab, Syarh Syarqawi `ala al-Hikam dan sebagian Tafsir al-Jalalain hingga sampai Surah Yunus.

Selanjutnya, beliau berguru kepada As Syaikh Sholih bin Umar As Samarani (masyhur dengan sebutan Kyai Sholih Darat) Semarang. Pada Kyai Sholih Darat beliau mempelajari Syarh al-Hikam (dua kali khatam), Tafsir al-Jalalain (dua kali hatam), Syarh al-Mardini dan Wasilah ath-Thullab (falak). Setelah beberapa tahun dalam bimbingan Kyai Sholih Darat, kemudian beliau melakukan rihlah tholabul ilmi ke Makkah Al Mukarramah, yang selanjutnya beliau lebih memilih untuk tinggal di sana, tidak kembali lagi ke Nusantara. Dan sewaktu Ayahanda beliau Syaikh Abdullah wafat pada tahun 1894, adik beliau Syaikh Dimyathi yang kemudian menggantikan posisi Ayahanda beliau, menjadi kiai di Termas. Sudara-saudara Syaikh Muhammad Mahfudz lainnya adalah Kiai Haji Dahlan yang juga pernah belajar di Makkah, dan sekembali dari Tanah Suci Makkah beliau diambil menantu oleh Kiai Sholih Darat Semarang. Kemudian Adik beliau yang bernama Kiai Haji Muhammad Bakri adalah ulama’ ahli qira’ah, dan Syaikh Abdur Razaq adalah ahli thariqah dan mursyid Syadziliyyah yang mempunyai murid yang tersebar di seluruh nusantara. 


Diantara guru-guru Syaikh Muhammad Mahfudz di Makkah Al Mukarromah adalah :
  1. As Syaikh Al Allamah As Sayyid Abi Bakr bin Muhammad Syatha Al Makki (Mushonnif kitab I’anatut Tholibin Syarh kitab Fathul Mu’in), yang menjadi pijakan bagi Syaikh Muhammad Mahfudz dalam periwayatan Hadits.
  2. As Syaikh Al Allamah Al Muhaddits As Sayyid Husain bin Muhammad Al Habsyi Al Makki yang dikenal sebagai “Ibnu Mufti”, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Sahih al-Bukhari.
  3. As Syaikh Al Allamah Al Muhaddits Muhammad Sa’id Ba Bashil, dari Syaikh ini Syaikh Mahfudz mempelajari Sunan Abi Daud, Sunan Tirmizi dan Sunan Nasai. As
  4. Syaikh Al Allamah Muhammad As Syarbini Ad Dimyathi, dari ulama’ ini Syaikh Mahfudz At Turmusi memperoleh Syarh Ibni al-Qashih, Syarh ad-Durrah al-Mudhi-ah, Syarh Thaibah an-Nasyr fi al-Qiraat al-’Asyar, ar-Raudh an-Nadhir lil Mutawalli, Syarh ar-Ra-iyah, Ithaf al-Basyar fi al-Qiraat al-Arba’ah al-’Asyar (qira’ah 14), dan Tafsir al-Baidhawi bi Hasyiyatihi.
  5. As Syaikh Ahmad al-Minsyawi, dari ulama’ ini, beliau belajar Qiraah `Ashim dan tajwid, dan sebagian Syarh Ibni al-Qashih `ala asy-Syathibiyah.
  6. As Syaikh `Umar bin Barakat asy-Syami, dari ulama’ ini mempelajari Syarh Syuzur adz-Dzahab li Ibni Hisyam.
  7. As Syaikh Mustafa al-’Afifi, dari sini Syaikh Muhammad Mahfudz mengkaji kitab Syarh Jam’il Jawami’ lil Mahalli dan Mughni al-Labib.
  8. As Syaikh As Sayid Ahmad az-Zawawi, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Syarh `Uqud al- Juman, dan sebagian kitab asy-Syifa’ lil Qadhi al-’Iyadh.
  9. As Sayid Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Dalail al-Khairat, al-Ahzab, al-Burdah, al-Awwaliyat al-’Ajluni dan Muwaththa’ Imam Malik.
  10. As Syaikh Ahmad Al-Fathani. Wa-qila, di ceritakan bahwa Syaikh Ahmad Al-Fathani memiliki hubungan erat dengan As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatha, bahkan salah satu karangan As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatha yang berjudul I’anatut Thalibin (Syarh Fat-hil Mu’in) sebelum dicetak, terlebih dahulu ditashih dan ditahqiq oleh Syaikh Ahmad al-Fathani atas perimintaan dari Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatha sendiri. Diceritakan pula bahwa yang pertama kali mengajar kitab I’anatut Thalibin di dalam Masjid al-Haram ialah Syaikh Ahmad al-Fathani. Pada pengajian itu, para murid As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatha, termasuk Syaikh Muhammad Mahfudz, semuanya hadir dalam halaqah atau majlis ta’lim Syaikh Ahmad al-Fathani saat itu.
  11. As Syaikh Al ‘Allamah Al Fadlil Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani.
Selama menuntut ilmu di Makkah, Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi benar-benar bermujahadah kepada Allah SWt, dengan terjaga di malam hari. Oleh karenanya nampak kelebihan beliau dalam ilmu hadits dan setiap ilmu-ilmu yang beliau pelajari, menguasai fiqih dan ushulnya, serta ilmu qira’at al Al Qur’an. Sehingga para guru beliau memberikan izin untuk mengajar di Masjidil Haram. Syaikh Mahfudz mengajar di Bab As Shafa Masjid Al Haram dan di rumah tempat beliau tinggal.

Ada sebuah kisah menarik saat pertama Syaikh Muhammad Mahfudz mengajar Al Qur’an di Masjidil Haram. Banyak diantara ulama’-ulama’ wahabi yang meragukan kemampuan beliau. Sehingga perlu kiranya bagi para ulama’ wahabi Makkah pada saat itu untuk menjajaki kemampuan Syaikh Mahfudz At Turmusi. Karna, bagaimana mungkin, seorang non Arab bisa mengajar Al Qur’an yang berbahasa Arab di negeri orang Arab ?. Maka pada suatu hari, selepas melaksanakan shalat maghrib berjamaah yang dilanjutkan dengan membaca awrod ba’dal maktubah seperti hari-hari biasanya, seorang ulama’ wahabi datang kepada Syaikh Muhammad Mahfudz dengan keinginannya untuk mengetahui kedalaman ilmu dan bacaan Al Qur’an beliau. Sejurus dengan itu, selanjutnya Syaikh Mahfudz At Turmusi mendekatkan dahinya dan menempelkannya pada dahi ulama’ Wahabi tersebut, dan menutupi kepala beliau berdua dengan surban. Setelah itu, Syaikh Mahfudz menempelkan kedua lutut beliau dengan lutut ulama’ Wahabi tersebut. Dan selanjutnya, Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi memulai membaca ayat-ayat Al Qur’an, diawali dari surat Al Fatihah dan diteruskan dengan surat-surat berikutnya secara berurutan (bilghoib) hingga berakhir surat An Nas. Semuanya oleh Syaikh muhammad Mahfudz At Turmusi dibaca secara fuskhah dan tartil. Dan anehnya ketika surat terakhir dari Al Qur’an telah habis dibaca, adzan untuk sholat isya’ di Masjidil Haram ternyata belum dikumandangkan. Padahal beliau memulai membaca Al Qur’an setelah melaksanakan sholat Maghrib berjamaah dan membaca awrod ba’dal maktubah seperti biasanya.

Setelah kejadian itu, beberapa dari ulama’ wahabi telah mempercayai kemampuan dan ke’aliman Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi, namun ada juga yang masih belum bisa menerima dan mengakui kemampuan Syaikh Muhammad Mahfudz. Karnanya, Syaikh Muhammad Mahfudz kemudian menuliskan surat Al Fatihah di udara dengan ujung jari telunjuknya. Dari ujung jari telunjuk beliau keluarlah asap yang membentuk tulisan surat Al Fatihah. Dan para hadirin pada saat itu, semuanya dapat melihat dan membacanya secara jelas. Dan barulah setelah itu para ulama’ wahabi dapat menerima dan mengakui kemampuan beliau.

Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi juga dikenal oleh banyak kalangan sebagai pribadi yang Tawadhu’ dan berakhlakul karimah yang tinggi, semua prilakunya senantiasa tidak pernah terlibat pada hal-hal yang tidak berguna. Selain itu beliau juga dikenal sebagai ‘alim yang wara’. Syaikh Muhammad Mahfudz datang dari Jawa ke Tanah Suci dengan perbekalan seadanya. Rumah beliau banyak didatangi para pencari ilmu, baik untuk sekedar mengucap salam maupun untuk mencari ilmu kepada beliau. Ketika Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi tholabul ‘ilmi di Makkah, beliau sezaman dengan Syaikh Wan Daud bin Mustafa al-Fathani (1283 H/1866 M – 1355 H/1936 M), Mufti Pulau Pinang Haji Abdullah Fahim yang sama-sama tholabul ilmi di tanah suci Makkah Al Mukarromah.

Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi adalah termasuk salah seorang diantara ulama’ nusantara yang banyak menghasilkan karangan dalam bahasa Arab seperti halnya ulama’-ulama nusantara lainnya yang bermukim di Makkah, yakni Syaikh Nawawi Al Jawi Al Bantani, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau dan Syaikh Abdul Hamid Kudus.


  1. As-Siqayatul Mardhiyah fi Asamil Kutubil Fiqhiyah li Ashabinas Syafi’iyah, Selesai penulisan pada hari Jum’at, Sya’ban 1313 H. Dicetak oleh Mathba’ah at-Taraqqil Majidiyah al-’Utsmaniyah, Makkah (tanpa tahun).
  2. Muhibah zil Fadhli `ala Syarh al-’Allamah Ibnu Hajar Muqaddimah Ba Fadhal), kitab ini terdiri dari empat jilid. Jilid pertama diselesaikan pada 25 Safar 1315 H,. Jilid kedua diselesaikan pada hari Jum’at, 27 Rabiulakhir 1316 H. Jilid ketiga diselesaikan pada malam Ahad, 7 Rejab 1317 H. Jilid keempat, diselesaikan pada malam Rabu, 19 Jamadilakhir 1319 H. Dicetak oleh Mathba’ah al-’Amirah asy-Syarfiyah, Mesir, 1326 H.
  3. Kifayatul Mustafid lima `ala minal Asanid, diselesaikan pada hari Selasa, 19 Safar 1320 H. Kandungannya membicarakan pelbagai sanad keilmuan Muhammad Mahfuz bin Abdullah at-Tarmasi/at- Tirmisi. Dicetak oleh Mathba’ah al-Masyhad al-Husaini, No. 18 Syari’ al-Masyhad al-Husaini, Mesir (tanpa tahun). Kitab ini ditashhih dan ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki, al-Mudarris Daril `Ulumid Diniyah, Makkah.
  4. Manhaj Zawin Nazhar fi Syarhi Manzhumati `Ilmil Atsar, diselesaikan pada tahun 1329 H/1911 M. Kandungannya membicarakan Ilmu Mushthalah Hadits merupakan Syarh Manzhumah `Ilmil Atsar karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan bukti bahwa ulama nusantara mampu menulis ilmu hadis yang demikian tinggi nilainya. Kitab ini menjadi rujukan para ulama di belahan dunia terutama ulama-ulama hadis. Dicetak oleh Mathba’ah Mushthafa al-Baby al-Halaby wa Auladuhu, Mesir, 1352 H/1934 M. Cetakan dibiayai oleh Syaikh Salim bin Sa’ad bin Nabhan wa Akhihi Ahmad, pemilik Al-Maktabah An-Nabhaniyah Al-Kubra, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
  5. Al-Khal’atul Fikriyah fi Syarhil Minhatil Khairiyah, belum diketahui tarikh penulisan. Kandungannya juga membicarakan hadits merupakan Syarh Hadits Arba’in.
  6. Al- Badrul Munir fi Qira-ati Ibni Katsir.
  7. Tanwirus Shadr fi Qira-ati Ibni `Amr.
  8. Insyirahul Fawaid fi Qira-ati Hamzah.
  9. Ta’mimul Manafi’ fi Qira-ati Nafi’.
  10. Al-Fawaidut Tarmasiyah fi Asamil Qira-ati `Asyariyah, Syaikh Yasin Padang menyebut bahawa kitab ini pernah diterbitkan oleh Mathba’ah al-Majidiyah, Makkah, tahun 1330 H.
  11. Is’aful Mathali’ Syarhul Badril Lami’Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa karangan Syaikh Mahfudz mencapai lebih 20 karangan.
  12. Dua kitabnya di bidang ushul adalah ”Nailul Ma’mul”, syarah atas karya Zakariyya Anshari ”Lubb Al-Ushul” dan syarahnya ”Ghayat al-wushul”, dan ”Is’af al Muthali”, syarah atas berbagai versi karya Subki ”Jam’ al-Jawami’. Sebuah kitab lainnya mengenai fiqh yaitu ”Takmilat al-Minhaj al-Qawim”, berupa catatan tambahan atas karya Ibn Hajar al-Haitami “Al-Minhaj al-Qawim”.
  13. As Saqayah al Mardhiyyah fi Asma’i Kutub Ashhabina As Syafi’iyah, kajian atas karya-karya fiqih mazhab Syafi’i dan riwayat para pengarangnya.
  14. Al Minhah al Khairiyya.
Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi boleh dibilang penulis produktif. Beliau menulis sejumlah kitab tentang berbagai disiplin ilmu keagamaan, seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Namun sayang, banyak karyanya yang belum sempat dicetak, dan beberapa di antaranya bahkan dinyatakan hilang. Dan meskipun Syaikh Mahfudz At Turmusi banyak menulis karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu, namun beliau lebih terkenal sebagai pakar dalam bidang hadits, baik Dirayah Hadits, Mushthalah Hadits maupun Rijal Al Hadits.

Yang menarik, kitab-kitab karangan Syaikh Mahfudz tidak hanya dipergunakan oleh hampir semua pondok pesantren di Indonesia, tapi konon banyak pula yang dipakai sebagai literatur wajib pada beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah, seperti di Marokko, Arab Saudi, Iraq dan negara-negara lainnya. Bahkan sampai sekarang di antara kitab-kitabnya masih ada yang dipakai dalam pengajian di Masjidil Haram. 


  1. Syaikh Ali Al Banjari (ulama’ Makkah Asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan)
  2. Syaikh Muhammad Baqir al Jugjawi (ulama’ Makkah asal Jogjakarta)
  3. KHM Hasyim Asy’ari asal Jombang
  4. KH Abdul Wahhab Hasbullah asal Jombang
  5. KH Bishri Syansuri asal Pati yang kemudian menetap di Jombang
  6. KH Muhammad Ma`shum al Lasami asal Lasem Jawa Tengah
  7. KH Abdul Muhith dari Panji Sidarjo Jawa Timur
  8. Dan masih banyak ulama’ lain yang pernah menuntut kepada beliau.
  1. Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi bin
  2. Syaikh Abdullah bin
  3. Syaikh Abdul Manan (Raden Bagus Darso) bin
  4. Raden Ngabehi Dipomenggolo bin
  5. Ki Ageng Sutro Yudho bin
  6. Raden Puring Mas (Ki Ageng Ampok Boyo/Ki Ageng Posong) bin
  7. Raden Joko Puring bin
  8. Prabu Brawijaya V
Syaikh Muhammad Mahfudz At Turmusi wafat di kota Makkah pada tanggal 1 Rajab 1336 H/ 20 Mei 1920 M, sesaat sebelum adzan Maghrib hari Ahad, malam Senin, dalam usia 51 tahun. Jenazah beliau diantar banyak orang, dan dimakamkan di pemakaman Al Ma’la, Saudi Arabiyah. 





Sumber :
 
Catatan kaki beberapa santri Termas

 dan berbagai sumber lainnya.