KH. Kholil
Al Bangkalani
(Syaikhona Kholil Al Bangkalani)
Kyai Kholil Bangkalan memang sebuah pribadi yang fenomenal. Dari sudut pandang manapun
kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. KH Kholil Bangkalan atau yang
biasa disebut Mbah Kholil Bangkalan adalah seorang Ulama’ kelahiran Bangkalan (Madura),
yang kemudian kota kelahirannya tersebut dinisbatkan pada namanya, dan akhirnya
beliau dikenal dengan sebutan Kyai Kholil Bangkalan. Selain kealimannya dalam
ilmu nahwu, shorof, fiqh, dan ulumul qur’an, serta qira’ah sab’ah, beliau juga
seorang khafidz al qur’an. Selain itu juga Beliau dikenal sebagai seorang
Ulama’ yang mempunyai kemampuan dalam hal yang tak kasat mata. Beliau memiliki
kemampuan supranatural tinggi, waskita yang luar biasa. Maka sangatlah wajar
bila sebagian besar Ulama’ dan ummat Islam Indonesia meyakininya sebagai
seorang wali Alloh.
Nama kecil beliau
adalah Muhammad Kholil. Beliau dilahirkan di desa Keramat, kecamatan Bangkalan,
kabupaten Bangkalan, pada Ahad Pahing, tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H, yang
bertepatan dengan 14 Maret 1820 M. Ayahanda beliau adalah KH Abdul Lathif yang
masih keturunan dari Sayyid Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati).
Sejak kecil, Kyai
Kholil sudah menunjukkan minat dan bakat istimewanya terhadap ilmu dan agama
ketika masih dalam asuhan dan didikan ayahandanya Kyai Abdul Lathif. Kehausan
akan ilmu agama (terutama ilmu tata bahasa arab tradisional, nahwu sharaf)
sangatlah luar biasa. Kyai Kholil muda dengan mudahnya menghafal kitab awamil,
Al Ajrumiyah, Imrithy, Mutammimah dan Kailany, bahkan juga Alfiyah Ibnu Malik.
Setelah dididik di
lingkungan keluarganya sendiri, Kyai Kholil kemudian melanjutkan pendidikannya
ke pesantren di sekitar Bangkalan. Diantara guru beliau pada saat itu adalah
Tuan Guru Dawuh (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Dawuh) yang bermukim
di desa Melajeh Bangkalan. Tuan Guru Dawuh adalah seorang guru yang sangat alim
terhadap berbagai ilmu, dengan kepribadian periang. Mungkin karna
keperiangannya Guru Dawuh memiliki cara mengajar yang berbeda dengan Guru
lainnya. Metode mengajarnya tergolong unik, kondisional, dan spontan. Dalam
memberi pelajaran kepada beberapa muridnya tidak harus menetap di pesantren,
tetapi dimana saja dalam sekejab dapat berubah menjadi pesantren terbuka. Kadang
beliau memberi pelajaran sambil berjalan mengelilingi kota Bangkalan. Kadang
juga terlihat di bawah pohon, kadang di pinggir sungai atau diatas bukit.
Pengamalan metode seperti ini mengingatkan kita pada seorang filosof besar
Socrates. Guru Dawuh dan Socrates mempunyai cara yang sama dalam memberikan
pelajaran di alam terbuka.
Setelah berguru
pada Tuan Guru Dawuh, Kyai Kholil muda kemudian berpindah ke guru lain yang
bernama Tuan Guru Agung (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Agung). Tuan
Guru Agung tidak saja Alim dalam ilmu lahir, tetapi juga alim dalam ilmu
bathin. Dapat dikatakan Tuan Guru Agung adalah seorang Guru yang sempurna
keilmuannya. Suatu hari, Tuan Guru Agung mengajar Surat Al Ikhlas pada Kyai
Kholil muda. Kyai kholil disuruh membaca surat tersebut, dan ketika baru saja
selesai membaca ayat yang pertama “Qul huwallohu ahad” (katakan Dia Allah itu
satu), mendadak sang Guru menghentikan bacaan Kyai Kholil. Kemudian Kyai Kholil
di suruh mencari serta menemukan Allah. Kyai Kholil memang santri yang patuh
dan tawadduk kepada semua gurunya. Apa yang ditugaskan oleh gurunya selalu
dikerjakan dengan tabah dan ikhlash. Sehingga, kesungguhan dan ketabahannya
dalam belajar serta minat dan bakat yang sempurna dalam menyerap berbagai ilmu
menjadikan Kyai Kholil muda sudah mencapai Alimun rabbaniyyun wa bi
achkamihi (menguasai ilmu ketuhanan sekaligus ilmu fiqh).
Selanjutnya, dalam
memuaskan dahaganya terhadap ilmu agama, Kyai Kholil melanjutkan belajarnya di
beberapa pesantren di pulau jawa.
Diantara guru-guru beliau di pulau jawa
adalah :
- KH. Muhammad Noer (Pondok Pesantren
Langitan) yang terletak di desa Mandungan, Widang, Langitan, Tuban. Di
pesantren ini Kyai Kholil berguru selama 3 tahun.
- KH. Asyik (Pondok Pesantren Cangaan,
Bangil, Jawa Timur)
- Kyai Arif (Pondok Pesantren
Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil di restui oleh
Kyai Arif (pengasuh Pondok) untuk berguru pada KH. Nur Hasan di Pondok
Pesantren Sidogiri yang tidak begitu jauh jaraknya dari Pondok Pesantren
Darussalam.
- KH. Noer Hasan (Pondok Pesantren
Sidogiri, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil pulang-pergi dari Pesantren
Darussalam ke Pesantren Sidogiri, karna dalam berguru kepada KH. Noer Hasan
Sidogiri, Kyai Kholil masih tetap tinggal di Asrama Pondok Pesantren
Darussalam. Selama pulang-pergi dari dua pesantren tersebut yang berjarak 7 km,
Kyai Kholil melakukannya dengan berjalan kaki sambil menghatamkan surat Yasin
sebanyak 41 kali. Sebab itulah, setiap hari libur selasa dan jum’at Kyai
menangis karna beliau merasa bahwa dirinya tidak istiqomah. Di pesantren ini
juga, setiap kali Kyai Kholil memasuki area pesantren, beliau segera melepaskan
terompah sandalnya dalam rangka tawaddu’ kepada para penghuni qubur yang berada
di samping Masjid Pesantren.
- KH. Abdul Bashar (Pondok Pesantren
Salafiyah Syafi’iyah, Setail, Genteng, Banyuwangi). Pesantren inilah sebagai
Pesantren tempat Kyai Kholil nyantri untuk terakhir kalinya di Pulau Jawa
sebelum kemudian nyantri di Tanah Suci Makkatal Mukarromah. Di Pesantren
ini, Kyai Kholil selain nyantri, beliau
juga sebagai buruh memetik buah kelapa yang dimiliki oleh KH. Abdul Bashar
(pengasuh Pesantren ini) dengan upah setiap 80 pohon mendapatkan 3 sen. Semua
hasil upah memetik buah kelapa oleh Kyai Kholil disimpan didalam peti, kemudian
dipersembahkan kepada Kyai Abdul Bashar. Selanjutnya, tentang biaya makan
sehari-hari Kyai Kholil menjalaninya dengan prihatin. Terkadang menjadi
pembantu (khadam) Sang Guru, mengisi bak mandi, mencuci pakaian, mencuci
piring, serta pekerjaan lainnya. Atau bahkan juga Kyai Kholil seringkali
menjadi buruh masak teman-temannya seasrama. Dari kehidupan prihatin itulah
Kyai Kholil mendapatkan makan dengan Cuma-Cuma.
Kemudian setelah
itu Kyai Kholil melanjutkan belajarnya ke Tanah Suci Makkatal Mukarromah.
Setibanya di kota Makkah beliau bergabung dengan para santri-santri mukimin
dari tanah air. Dintaranya adalah Syaikh Abdul Ghani dari Bima, Syaikh Yusuf
dari Sumbawa, KH Asnawi dari Kudus, Ajengan Tubagus Bakri dari Purwakarta
(Ajengan Sempur), Syaikh Arsyad dari Banten, KH. asy’ari dari Bawean, KH.
Majnun Mauk dari Tangerang, Syaikh Ahmad Khotib dari Minangkabau, Syaikh
Muhammad Yasin dari Padang dan beberapa teman lainnya dari tanah air.
Selama di kota
Makkah Al Mukarromah, jika Kyai Kholil hendak buang air besar beliau tidak
pernah melakukannya di tanah haram, melainkan harus keluar dari taha haram.
Semuanya dilakukan oleh Kyai Kholil karena perasaan menghormati tanah haram
Makkatal Mukarromah yang begitu tinggi.
Dalam berguru, Kyai
Kholil menggunakan media baju putihnya yang selalu beliau kenakan sebagai
tempat menuliskan pelajaran. Kemudian setelah pelajaran dapat dihapal dan
dipahami barulah baju tersebut dicuci.
Tentang biaya hidup
selama bejar di Makkah, Kyai Kholil menulis berbagai risalah dan kitab yang
kemudian beliau jual. Kyai Kholil banyak menulis kitab Alfiah yang beliau jual
dengan harga 200 riyal perkitab. Terkadang juga beliau memanfaatkan keahliannya
menulis Khot arab (kaligrafi) untuk menghasilkan uang. Semua hasil penulisan
risalah, kitab dan khot (kaligrafi) kemudian beliau persembahkan kepada Sang
Guru.
Semasa di kota
Makkah, Kyai Kholil berguru kepada :
- Syaikh Nawawi Al Jawi Al Bantani yang bergelar Sayyid Ulama’ Al Hijaz. Beliau adalah seorang ulama’ yang ahli
dalam dalam bidang tafsir Al qur’an. Karyanya adalah tafsir Munir li ma’alim al
tanzil 2 jild tebal.
- Syaikh Khotib Umar dari Bima.
- Diceritakan bahwa
setelah sepulang dai makkatal Mukarromah, suatu ketika Kyai Kholil pernah
bepergian dengan menaiki kendaraan umum yang pada waktu itu adalah dokar
(bendi) yang di tarik oleh seekor kuda. Baru berjalan beberapa meter secara
sambil lalu Kyai Kholil bertanya kepada Sang Kusir Dokar. “Pak Kusir, kuda
sampean kok bagus. Dari mana Sampean mendapatkannya ?” ucap Kyai Kholil sambil
melihat kuda yang sedang berlari. Kemudian sang Kusir Dokar menjawab “Saya
mendapatkan kuda ini dari Bima, Kyai !”. mendengar jawaban demikian, spontan
mengingatkan Kyai Kholil akan Gurunya yang dari Bima Syaikh Khotib Umar. Maka
dengan serta merta Kyai Kholil meminta kepada Sang Kusir Dokar untuk
menghentikan lari kudanya dan segera kemudian membayar ongkos lalu turun dari
dokar (bendi). Hal ini dilakukan oleh Kyai Kholil dalam rang rasa hormatnya
terhadap Sang Guru yang berasal dari Bima.
- Syaikh Ahamd Khotib Sambas bin Abdul Ghaffar Al Jawi al
Sambasi yang mukim di Jabal Qubais. Dari Syaikh Ahamd Khotib ini Kyai Kholil medapat ijazah dan
Bai’at Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
- Syaikh Ali Rahbini. Beliau adalah
seorang Ulama’ yang tuna netra. Ketika berguru kepada Syaikh Ali Rahbini, Kyai
Kholil jika tidur mala senantiasa berada tepat di tengah pintu masjid yang
biasa dilalui oleh Syaikh Ali Rahbini. Dengan harapan manakala Syaikh Ali
Rahbini lewat akan menginjak dirinya, lalu ia terbangun dan kemudian
menuntunnya untuk sampai ke tempat pengimaman.
Setelah dirasa dan
memandang Kyai Kholil cukup mampu dalam ilmu agama, Syaikh Ali Rahbini kemudian
menyuruh Kyai Kholil untuk segera pulang karna di tanah airnya beliau lebih
dibuthkan oleh ummat.
Sepulang dari kota
Makkah, Kyai Kholil mendirikan pesantren di kota Bangkalan, tepatnya di desa
Jengkibuan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Yang dikemudian hari
pesantren ini diserahkan kepada menantunya Ndoro Muntaha seorang Kyai muda yang
masih kerabat dekat dan berdarah ningrat.
Setelah itu Kyai
Kholil medirikan pesantren lagi yang lokasinya tidak begitu jauh dengan
pesantren yang beliau dirikan lebih dulu. Tepatnya di desa Kademangan sekitar
200 meter dari alun-alun kota bangkalan. Kealiman Kyai Kholil semakin hari
semakin masyhur, tidak hanya di pulau madura saja, melainkan sudah menjangkau
hingga ke pelosok pulau Jawa. Maka tak heran bila beberapa santri dari pelosok
tanah jawa mulai berdatangan untuk berguru kepada Beliau.
Beberapa santri
beliau yang sempat ditelusuri adalah :
- KHM. Hasyim Asy’ari pendiri
Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ dan pendiri Pesantren Mamba’ul Ulum Tebuireng
Jombang. Beliau Ahli dalam bidang Hadits, khususnya hadits Bukhori yang yang
sanad rowinya dari beliau bersambung hingga kepada Rosululloh.
- KH. Syamsul Arifin pendiri dan
Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbond
- KH. Abdul Wahab Hasbullah penerus
dan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jomban
- KH. Bisri Syansuri pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
- KH. Ridlwan Abdullah adalah seorang
Kyai yang mempunyai keahlian dalam bidang seni lukis. Beliau adalah pencipta lambang
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.
- KH. Ma’ruf Kedonglo Kediri adalah
seorang Ulama yang mempunyai mata bathin yang sangat kuat. Dikalangan santrinya
beliau dikenal dengan sebutan Al ‘Arif Billah. Beliau mempunyai ijazah Sholawat
Wahidiyah langsung dari Rosululloh Muhammad SA
- KH. Ma’shum Lasem pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Lasem Rembang.
- KHR. As’ad Syamsul Arifin pengasuh dan
penerus pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbondo.
- KH. Muhammad Shiddiq pendiri dan pengasuh
Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jember.
- KH. Muhammad Hasan Genggong pendiri
dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
- KH. Abdullah Mubarak pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya. Putra beliau yang bernama KHA.
Shohibul Wafa Tajul Arifin atau yang biasa disebut dan dikenal orang dengan
sebutan Abah Anom adalah Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah yang tertua
di Indonesia pada saat ini.
- KH. Asy’ari Pendiri dan pengasuh
Pondok Pesantren Darut Tholabah Wonosari Bondowoso
- KH. Abi Sujak Pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Astatinggi Kebun Agung Sumenep.
- KH. Abdul Aziz pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Bustanul Ulum Temporejo Jember.
- KH. Karimullah pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Taman Bondowoso.
- KH. Munawwir pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta. Salah Seorang Putra beliau
yang bernama KH. Warson Mnunawwir telah mampu menghasilkan sebuah karya agung
Kamus Besar bahasa arab yang di beri judul Kamus Al Munawwir.
- KH. Abdul Karim pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Lirboyo Kediri.
- KH. Jazuli Utsman pendiri dan
Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
- KH. Zaini Mun’im pendiri dan
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
- KH. Romli Tamim penerus dan pengasuh
Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang. Beliau juga sebagai Mursyid Sah
Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
- KH. Masykur, beliau banyak berkiprah
di bidang politik dan kenegaraan. Menjadi panglima perang Sabilillah, Ketua
umum PBNU, dan Menteri Agama.
- KH. Bisri Musthofa, beliau dikenal
sebagai seorang ulama Ahli Tafsir. Buah karyanya yang terkenal adalah Tafsir Al
Ibriz fi Ma’rifati Tafsiril Qur’an.
- KH. Usmuni pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Al Usmuni Terate Sumenep.
- KH. Khozin pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo.
- KH. Nawawi bin Noer Hasan Pengasuh
dan Penerus Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
- KH. Abdullah Faqih Umar pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Cemoro Rogojampi Banyuwangi.
- KH, Yasin bin Rais pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Pasuruan.
- KH. Muhammad Rawi pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Sumur Nangka Mudung Bangakalan. Termasuk putra beliau
KH. Talhah Rawi adalah juga Santri Kyai Kholil Bangkalan yang mendampingi
detik-detik terakhir Kyai Kholil pergi menghadap ke Hadlirat Illahi Robby
- KH. Abdul Fatah pendiri dan pengasuh
Pondok Pesantren Al Fattach Tulungagung.
- KH. Ridwan bin Ahmad penerus dan
pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sedayu Gresik. Selain beliau seorang
Hafidz, beliau juga mahir dibidang ilmu hisab.
- KH. Ahmad Qusyairi penerus dan
pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah Pasuruan.
- KH. Abdul Hamid bin Itsbat pendiri
dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyu Anyar Pamekasan.
- KH. Abdul Madjid bin Abdul Hamid
pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Bata bata Pamekasan.
- KH. Talhah Jamaluddin pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Sumbergayam Pamekasan.
- KH. Hasan Musthofa Garut Jawa Barat adalah
seorang Sastrawan yang produktif. Buah karyanya banyak ditulis dalam bahasa
melayu, sunda dan Arab. Salah satu karyanya telah diterbitkan di negara Mesir,
dan sekitar tahun 1946 kitab “Adat-Adat Urang Periangan Jeum Sunda Lianna”
diterjemahkan kedalam Bahasa belanda oleh RA. Kern.
- KHR. Faqih Maskumambang Gresik Jawa
Timur adalah seorang tokoh yang ahli dan Mahir di bidang Ilmu Fiqh.
- KH. Yatawi Puger Jember adalah
Seorang Kyai yang sekaligus sebagai seorang Pendekar yang banyak menyadarkan
para Bromocorah untuk kembali menjadi manusia yang beradab beragama Islam.
- KH. Abdul Wahab pendiri dan pengasuh
Pondok Pesantren Darul Huda Penatapan Banyuwangi.
- Sayyid Ali Bafaqih pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Syamsul Huda Negara Bali.
Silsilah Kyai
Kholil Bangkalan
Dari catatan KH.
Abdullah Schal dan KHR As’ad Syamsul Arifin, serta catatan Sayyid Isa bin
Muhammad Al Kaff Palembang ada sedikit perbedaan tentang silsilah Kyai Kholil Bangkalan. Namun ketiga catatan tersebut sama-sama
bermuara kepada Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang menikah dengan Sayyidah
Khodijah Putri Sayyid Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Silsilah Kyai
Kholil selengkapnya dapat diketahui sebagai berikut :
- Kyai Muhammad
Kholil Al Bangkalany, bin
- Kyai Abdul Lathif
bin
- Kyai Hamim, bin
- Kyai Abdul Karim,
bin
- Kyai Asror Karomah,
bin
- Kyai Muharrom, bin
- Kyai Abdullah, bin
- Sayyid Sulaiman
Mojo Agung Jombang, bin
- Sayyid Abdurrahman
Basyaiban, bin
- Sayyidina Umar, bin
- Sayyidina Muhammad,
bin
- Sayyidina Abdul
Wahab, bin
- Sayyidina Abu Bakar
Syaibani, bin
- Sayyidina Muhammad
Asya’dullah, bin
- Sayyidina Hasan At
Tarony, bin
- Sayyidina Ali, bin
- Sayyidina Faqih
Muqaddam Muhammad, bin
- Sayyidina Alwi, bin
- Sayyidina Muhammad
Shahib Mirbath, bin
- Sayyidina Ali
Khola’ Qosam, bin
- Sayyidina Alwi, bin
- Sayyidina Muhammad,
bin
- Sayyidina Imam
Alwi, bin
- Sayyidina
Ubaidillah, bin
- Sayyidina Ahmad
Muhajir, bin
- Sayyidina Isa, bin
- Sayyidina Muhammad
Naqib, bin
- Sayyidina Ali Al
Uraidli, bin
- Sayyidina Ja’far
Shodiq, bin
- Sayyidina Muhammad
Baqir, bin
- Sayyidina Ali
Zainal Abidin, bin
- Sayyidina Husein RA
(bin Sayyidina Ali KW)
- Sayyidatina
Fathimah Az Zahro RA binti
- Sayyidina Muhammad
SAW.
Makam Kyai Kholil
Bangkalan
Sekitar jam 03.00
dini hari di bulan Ramadlon, menjelang Iedul Fitri kurang 1 hari, mendadak Kyai
Kholil sakit. Kyai Muntaha (Ndoro Muntaha) menantu Kyai Kholil segera
menyusuruh salah seorang Santri yang bernama Thalhah Rawi untuk ikut
mendampingi Kyai Kholil yang sedang jatuh sakit. Dialah satu-satunya santri
yang menemani Kyai Kholil ketika sedang sakit keras.
Menyadari bahwa
sakit Kyai Kholil tidak ada lagi harapan untuk sembuh, Thalhah Rawi sambil
berlinangan air mata, segera menyalami tangan Kyai Kholil yang penuh berkah.
Selanjutnya, sekitar setengah jam kemudian sekitar pukul 03.30 dini hari Kyai
Kholil tersenyum bagaikan seorang yang tengah tidur tentram di pembaringan.
Saat itu malam jum’at legi tanggal 29 Ramadlon 1343 Hijriyah bertepatan dengan
tanggal 24 April 1925 Masehi, (ada perbedaan pendapat tentang tahun
meninggalnya Kyai Kholil. Kyai Fuad Amin Putra Kyai Kholil mengatakan bahwa
Kyai Kholil meninggal pada tahun 1924 M).
Inna lillahi wa
inna ilaihi roji’un, Kyai Kholil akhirnya telah wafat (dalam usia yang cukup tua, 108 tahun), Beliau meninggalkan kita semua. Bumi
menangis, langit pun meneteskan air matanya. Bumi berduka karna tak ada lagi
sujud dari Sang Guru yang Bijaksana. Langit
bersedih karna tak ada lagi pahala yang padanya dari Seorang Guru yang
antik dan aneh. Selamat jalan Syaikhona Kholil semoga Allah mensucikan ruh dan
jasadnya. Amin allohumma amin.
Akhirnya jasad mulia beliau dikebumikan di desa Mertajasa kecamatan
Bangkalan, sebuah komplek pemakaman keluarga.
Naqaltuha 'an :
Judul/Title : Surat Kepada Anjing Hitam
Penulis/Author : Saifur Rahman
Penerbit/Publisher : Pustaka Ciganjur