Sekilas Tentang MBAH RADEN ALI (Ngelom)
Sekilas Tentang
Mbah RADEN ALI
(Sang Pembuka Tanah Ngelom Pesantren Sepanjang)
Pengantar Penulis
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan Sayyid
Muhammad dan mengutusnya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Shalawatullah wa
salamuhu semoga tetap terlimpahkan kepada Beliau, junjungan kita, nabi besar
sayyid Muhammad SAW, wa alihi, wa ashhabihi, wa azwajihi, wa dzurriyyatihi, wa
ahli baitihil kirom.
Catatan ini sangatlah jauh untuk disebut sebagai Biografi
Mbah Raden Ali. Sungguhpun demikian, adalah karna sangat sedikitnya data
informasi dan catatan yang menceritakan tentang kehidupan Mbah Raden Ali yang
penulis dapatkan sebagai acuan penulisan catatan ini. Semua itu disebabkan karna
rentang jarak waktu masa hidup Mbah
Raden Ali dengan waktu penulisan catatan ini sangatlah jauh keterpautannya (kurang
lebih selisih sekitar 170 tahun), sehingga orang-orang yang
hidup satu kurun waktu dengan beliau, yang pernah bertemu dan mengenal beliau,
yang dapat diambil keterangannya prihal Mbah Raden Ali, tidak lagi dapat
dijumpai. Kecuali cerita dari mulut ke mulut, dan catatan tentang Mbah Raden Ali milik Kyai Imam bin Idris
bin Muhammad bin Abu Hasan, serta beberapa catatan milik KH Sholeh Qosim, KH
Anas, Agus Atiquddin Mustawa, dan Catatan milik Agus Dzofir Thohir yang
kemudian pada akhirnya penulis jadikan sebagai acuan bahan penulisan catatan ini.
Kenyataan tersebut yang akhirnya menggugah hati
penulis, tergerak untuk membukukan sejarah Mbah Raden Ali. Penulis berfikir,
seiring dengan waktu yang terus berlalu, seandainya catatan tentang Mbah Raden
Ali milik Kyai Imam bin Idris dan catatan tentang Mbah Raden Ali milik beberapa
orang lainnya telah lapuk karna termakan usia sehingga tulisannya tidak lagi
dapat terbaca, atau rusak karna tergerus
roda waktu yang berputar, sedangkan sejarah tentang
Mbah Raden Ali belum sempat dibukukan atau sekedar disalin kembali, maka bukan
tidak mungkin lagi, Mbah Raden Ali hanyalah akan menjadi sebuah nama Mbah Raden
Ali belaka, yang tak satupun orang dan keturunannya bisa mengenal sejarahnya
lagi. Dan bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa
mengenang dan menghargai jasa para pahlawannya ?
Sadar akan hal itu, walau hanya dengan berbekal
sedikit keterangan data dan informasi yang di himpun, akhirnya penulis
memberanikan diri untuk membukukan kisah Mbah Raden Ali kedalam judul Sekilas Tentang Mbah Raden Ali Sang Pembuka Tanah
Ngelom Pesantren Sepanjang. Bukan dengan dan atas tujuan yang lain.
Akhirnya, marilah kita hadiahkan bacaan Surat Al
Fatikhah kepada beliau, Mbah Raden Ali wa ushulihi
wa furu’ihi, wa man intasaba ilaihi, wa man ahabba ilaihi, wa man zaro ila qobrihi, semoga Allah mensucikan jiwa dan ruhnya,
Amin ya Rabbal Alamin, Al Fatihah : ……
Pendahuluan
Sekilas profil tentang Raden Ali
Sekilas profil tentang Raden Ali
Mbah Raden Ali adalah seorang
ulama’ pembuka (babat) tanah Ngelom Pesantren pada sekitar tahun 1261
Hijriyyah, beliau juga seorang Waliyullah ahli Thariqah Syaththariyah, penyebar
dan peletak dasar ajaran Islam yang berhaluan faham Ahlus Sunnah Wal Jamaah di
daerah Ngelom Sepanjang dan sekitarnya, Beliau juga The Founding Father
(Mu’assis) Pondok Pesantren Salafiyah Bahauddin Ngelom Taman Sepanjang
Sidoarjo.
Dalam tubuh Raden Ali mengalir darah keturunan Kiangeng Selo atau Abdurrahman Al Masyhur Bi Waliyyin fi Kullil Balad (yang dikenal oleh
banyak orang disetiap negeri sebagai Waliyullah). Raden Ali dilahirkan dari
seorang Ayah bernama Raden Mas Pangeran Kerthoyudo putra Sultan
Agung Dipura, Ibunda Beliau bernama Raden Ayu Ibu, putri Raden
Mas Kantri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raden Mas Umbul
Suwelas putra dari Al Karomah Al Akbar Al Khoir Ahmad atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Raden Ronggo, Sultan Ngaloga.
Perjalanan hidupnya, semenjak kecil Raden Ali telah menjadi seorang anak yatim
piatu. Ayahandanya Raden Mas Pangeran Kerthoyuda telah meninggal dunia ketika
beliau masih berumur sepuluh bulan berada dalam kandungan Ibundanya. Kemudian
ketika usia kandungan Sang Ibunda telah berumur sebelas bulan ia terlahir
kedunia, namun tak lama kemudian sang Ibunda pun juga pergi menghadap Allahu
Rabbul Izzati, sang Maha Kekal Abadi, meninggalkan Raden Ali kecil yang masih
berumur satu bulan.
Hari demi hari terlewati, Raden Ali kecil tumbuh tanpa pernah menikmati
damainya ayunan gendongan wanita yang telah melahirkannya, tak pernah mendengar
merdunya dendang nina bobo sang Ibunda tercinta, juga tak pernah merasakan belai lembut tangan sang Ayahanda yang
penuh kasih sayang mengusap kepalanya. Raden Ali kecil terus tumbuh menjadi
dewasa, hidup dalam keprihatinan yang tak semestinya beliau alami
sebagai seorang keturunan darah biru, layaknya para putra
bangsawan, keturunan ningrat. Namun kenestapaan dan kepedihan hidup yang dialami Raden Ali tidaklah
membuat Raden Ali terpaku dalam keputus-asaan yang maha panjang, atau tersesat
kejalan yang hitam yang tidak diridloi Allah SWT. Beliau tetap tegar dalam
kesederhanaan, teguh memegang aqidah, tabah menjalani kehidupan, sabar
menjalankan kewajiban sebagai hamba. (sabar adalah kunci segala
kesuksesan, sabar dalam musibah adalah pakaian Nabi Ayyub, Sabar dalam ketaatan
adalah hiasan Nabi Ibrahim, Sabar dalam menolak kemaksiyatan adalah mahkota
Nabi Yusuf, Ketidak sabaran adalah yang mengakibatkan perpisahan antara Musa
dan Khidir, Ketidak sabaran adalah penyebab kekalahan kaum muslimin dalam Uhud,
Ketidak sabaran adalah penyebab berbagai kebaikan lepas dari genggaman).
Seiring terus berjalannya waktu, Raden Ali kecil terus tumbuh dewasa. Dalam
pertumbuhannya, beliau telah berhasil memadukan beberapa aspek kepribadian
dalam kehidupannya, kesederhanaan, keteguhan, kearifan, ketaqwaan, kreatifitas,
kesabaran, tawakkal, zuhud, wara’, qana’ah, tawaddlu’ telah membentuk pribadi beliau
menjadi sosok Raden Ali dewasa yang tegar, yang sehingga layaklah beliau
disebut sebagai Khalifatullah
Fil Ardl, mandataris Allah dimuka bumi
ini.
Konon
diceritakan, bahwa kebesaran nama Mbah Raden Ali telah banyak mengundang
kedatangan para santri dari pelosok penjuru pulau Jawa untuk ngangsu kaweruh agama (menimba ilmu agama) pada Mbah Raden
Ali, mulai dari Banten, Cirebon, serta masyarakat sekitar Sidoarjo-Surabaya,
bahkan sampai Madura. Sayang, kebesaran nama beliau, tak ada satu pun sejarah
yang mencatatnya, mencatat sejarah seorang tokoh Ulama besar sekaligus Waliyullah
yang mempunyai banyak kelebihan atau karomah yang tidak banyak dimiliki oleh
manusia biasa pada umumnya.
Diantara Keanehan atau kalaulah boleh disebut sebagai karomah Mbah Raden Ali
adalah, konon bila seseorang memasuki perkampungan Ngelom Pesantren dengan
kendaraannya, kuda umpamanya sebagai salah satu kendaraan waktu itu, atau
sepeda, atau sepeda motor, yang dengan sambil dikendarai atau ditunggangi,
bukan turun dari kendaraan dan menuntunnya menyusuri jalan,
maka yang terjadi, pantat sang penunggang
atau pengendara akan terus lengket dan melekat di tempat duduk
kendaraannya, dan tidak akan pernah bisa dilepaskan sampai ia meminta maaf pada
Mbah Raden Ali.
Sepenggal kisah yang lain juga pernah menceritakan, bahwa setiap kali ada
rombongan kesenian yang melewati daerah Ngelom Pesantren yang sambil
membunyikan suara musik tabuhan gamelan atau semacamnya, ketika sudah memasuki
daerah Ngelom Pesantren, maka semua alat musiknya tidak dapat mengeluarkan
bunyi-bunyian atau suara ketika ditabuh atau dibunyikan, sampai rombongan itu
benar-benar keluar dari daerah atau wilayah Ngelom Pesantren.
Ada lagi kisah yang lain, diantara salah satu putra Raden Ali adalah yang
bernama Jaya Ulama, yang dikenal pada masa mudanya sebagai berandal yang sering
kali merampok setiap pedagang atau saudagar yang melewati wilayah sepanjang dan
sekitarnya. Berita tentang sikap berandal
yang dimiliki Jaya Ulama, lambat laun akhirnya terdengar juga ditelinga Raden
Ali. Kemudian dengan diam-diam Raden Ali menyusun sebuah rencana penyamaran
sebagai saudagar yang melewati daerah Ngelom Sepanjang dengan membawa pedati
yang berisi tumpukan lantakan emas dan berlian yang entah didapatkan dari mana
oleh Raden Ali waktu itu. Selanjutnya, sesuai dengan rencana, ketika Raden Ali
yang kala itu dengan memakai cadar penutup muka bersama dengan pedati yang
membawa lantakan emas serta berlian melewati daerah Ngelom Sepanjang, pedati
itupun dicegat dan direbut paksa oleh Jaya Ulama. Namun tidak dengan mudahnya
begitu saja Raden Ali menyerahkan harta bawaannya kepada Jaya Ulama. Akhirnya
terjadilah perkelahian diantara mereka, yang kemudian sebuah tebasan pedang
Jaya Ulama mengenai tubuh Raden Ali. Bukan karna Raden Ali kalah oleh Jaya
Ulama, tapi memang sengaja hal itu dilakukan oleh Raden Ali. Dan ketika tebasan
pedang Jaya Ulama berbenturan dengan tubuh Raden Ali, terlihatlah seperti
sebuah kilatan cahaya memancar dari tubuh Raden Ali. Namun perkelahian terus
berlanjut, sampai pada akhirnya disuatu kesempatan dalam perkelahian itu,
dibiarkannya tangan Jaya Ulama meraih dan menarik cadar penutup muka Raden Ali.
Kaget setelah tahu bahwa yang berhadapan dengannya adalah Raden Ali
Ayahandanya, Jaya Ulama kemudian duduk bersimpuh, memohon ampun pada Ayahandanya
dan bertaubat dari segala prilakunya yang tidak baik, yang merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Karomah beliau yang lain (ba’dal mamat) yang sering tampak adalah, seringkali bagi para peziarah makam Mbah Raden
Ali (walau tidak semua peziarah), ketika mereka sedang berziarah di waktu malam
hari, mereka seringkali dapat melihat macan putih atau kuda putih disekitar
makam beliau (macan putih dan kuda putih adalah symbol kebesaran, keperkasaan
dan kemulyaan para Wali Allah). Konon juga sering di ceritakan manakala ada burung pipit atau burung
lainnya yang terbang dan tiba-tiba melintas diatas makam beliau, pasti akan
jatuh dan mati terkapar diatas tanah.
SILSILAH
MBAH RADEN ALI
PEMBUKA/BABAT TANAH
NGELOM
PESANTREN
Menurut catatan Kyai Imam bin Idris bin Muhammad bin Abu Hasan, dan beberapa
catatan para sesepuh Ngelom Pesantren, asal usul silsilah Mbah Raden Ali adalah
sebagai berikut :
1. Abdurrahman (Al Karomah
Al Masyhur bi Waliyyin fi kullil Balad).
Menurut beberapa sumber dari catatan silsilah raja-raja Mataram,
Abdurrahman disini adalah Kiageng Selo. Dan menurut catatan
Para leluhur Ngelom Pesantren Abdurrahman atau Kiageng Selo adalah juga
Abdurrahman Assegaf Al Karomah Al Masyhur bi Waliyyil Quthbi fi kullil Balad.
Sedangkan Kebenarannya adalah Wallohu a’lamu biha.
Beliau menurunkan :
2.
Abdullah
Beliau menurunkan :
3.
Raden Mas Salim
(Al Masyhur Raden Mas Salim Pemanahan)
Alkisah, beliau mengabdikan diri di kesultanan
Pajang sebagai Lurah Tamtama.
Beliau menurunkan :
4. Al Kabir Al Khoir Al Aziz Abi Bakar
(Al Masyhur Raden Mas Ngabehi/ Senopati Sutawijaya
/ Sultan Mataram).
Alkisah, beliau diangkat putra oleh Sultan
Hadiwijaya, Sultan Pajang, dan kemudian pada akhirnya diambil menantu oleh
Sultan Hadiwijaya.
Wafat dimakamkan di Imogiri Yogyakarta
Beliau menurunkan :
a. Sultan Krapyak (Al Masyhur
Raden Julang)
b. Al Karomah Al Akbar Al Khoir Ahmad
(Al Masyhur Raden Ronggo/Sultan Ngaloga).
Beliau menurunkan :
Husein (Al Masyhur Sultan Amangkurat
I Kertasura). Wafat dimakam kan di Tegal Arum Pekalongan.
Beliau menurunkan :
1.
Hamzah (Al Masyhur Pangeran
Puger)
2.
Sunan Amangkurat (Al
Masyhur Sultan Amangkurat II).
Beliau menurunkan :
Pangeran Amangkurat Mas (Al Masyhur Sultan Amangkurat III)
Alkisah, oleh karena Pangeran Amangkurat Mas
(Sultan Amangkurat III) tiba tiba menghilang tidak diketahui kemana perginya maka kesultanan Mataram digantikan oleh paman
beliau yaitu Sayyid Syarif Hamzah (Al Masyhur Pangeran Puger) yang
kemudian bergelar Pangeran Hamengku Buwono yang pertama.
3. Raden Ayu Samilah.
5. Sultan Krapyak (Al Masyhur Raden Julang).
Beliau menurunkan :
6. Sultan Agung Purbaya
Beliau menurunkan :
7. Pangeran Jurunata
Purbaya
Al kisah, Pangeran Jurunata Purbaya diambil
menantu oleh Sunan Amangkurat Mas, diperistrikan putri beliau yang bernama
Raden Ayu Samilah.
Beliau menurunkan :
8. Sultan Agung Dipura
Beliau menurunkan :
a.
Raden Mas Pangeran Kerthonadi
Menurunkan Raden Ayu Robi’ah yang kemudian diperistri Seorang Cina beragama Islam bernama Baba Teksu
b.
Raden Mas Pangeran Kerthoyuda
c.
Raden Ayu Kendung
9. Raden Mas
Pengeran Kerthoyuda.
Wafat dimakamkan di Sekar Kenongo.
Raden Mas Pangeran Kerthoyuda
adalah seorang Ahli Thoriqoh Saththoriyah yang suka mengembara. Beliau merantau
ke desa Suropringgo (sekarang Surabaya) dengan berjalan kaki, diceritakan bahwa
karna begitu lama dan jauhnya perjalanan yang ditempuh, jarit/sarung yang
dipakai oleh Raden Mas Pangeran Kerthoyuda hingga robek dan compang-camping.
Kemudian setelah sampai di Suropringgo tepatnya didesa lempuyangan, beliau
berhenti dan bertamu ke rumah Raden Mas Kantri (Al Masyhur Raden Mas Umbul
Suwelas putra dari Raden Mas Ronggo Alkaromah Al Akbar Al Khoir Ahmad/Sultan
Ngaloga), yang diberi kekuasaan untuk mengatur pemerintahan di daerah
Suropringgo (Surabaya) bersama sebelas rekan beliau.
Kemudian Sesampainya Raden Mas Pangeran Kerthoyudo
berada dan bertamu di rumah Raden Mas Umbul Suwelas, terjadilah percakapan
diantara beliau yang pada saat itu belum saling mengenal. Raden Mas Umbul
bertanya : “ Siapakah kisanak ini ? dan Siapakah leluhur kisanak, kok datang
kemari tanpa ada yang menemani ?”. Jawab Raden Mas Pangeran Kerthoyuda
memperkenalkan diri,“Kulo (saya) adalah Mas Pangeran Kerthoyudo,
putra Pangeran Agung Dipura”. Mendengar itu, Raden Mas Umbul merasa bahagia
karna bisa bertemu dengan kerabatnya di daerah rantau : “Duh Sanak kadang, Saya
adalah keturunan Senopati Ngaloga, Ramanda adalah Raden
Ronggo Sultan Mentawis (Mataram). Saya beserta Sebelas rekan saya
ditugaskan oleh Ramanda untuk mengatur pemerintahan di daerah Surabaya, dan
kebetulan saya adalah yang bertanggung jawab didaerah dalam Kota Suropringgo
(Surabaya) ini”.
Singkat kata, di akhir
pembicaraan, Raden Mas Umbul meminta kepada Raden Mas Pangeran Kerthoyudo agar
berkenan menikahi putri ragil beliau yang bernama Raden Ayu Ibu., yang
pada saat itu berumur sembilan belas tahun. Menjawab akan permintaan Raden Mas
Umbul, Raden Mas Pangeran Kerthoyudo berkata : “Jika itu adalah kehendak dan
dapat membahagiakan sampeyan, saya ikut kehendak sampeyan saja”.
Maka pada tanggal 11 bulan
Robi’ul Akhir di tahun Dal Raden Mas Pangeran Kerthoyudo menikah dengan
Raden Ayu Ibu, putri dari Raden Mas Umbul/Raden
Mas Kantri.
Seiring berjalannya waktu,
setelah Raden Mas Pangeran Kerthoyudo menikah dengan Raden Ayu Ibu, ternyata
lambat laun Raden Mas Pangeran Kerthoyudo mengalami ketidak cocokan dengan
mertua beliau, yang pada akhirnya menyebabkan Raden Mas Pangeran Kerthoyudo
berkeinginan untuk pergi mengembara lagi bersama istrinya.
Dalam pengembaraannya, beliau menuju keutara-selatan, yang akhirnya Raden Mas
Pangeran Kerthoyudo bersama istrinya tiba di desa Semolo dan bertemu dengan
seseorang yang pada saat itu sedang menuntun seekor sapi. Segera Raden Mas Pangeran Kerthoyudo bertanya :
“Siapakah nama kisanak dan dimana Rumah Sampeyan ?” Sang penuntun sapi menjawab
: “Nama saya Gibah, rumah saya berada di dusun Prapen”. Raden Mas
Pangeran Kerthoyudo melanjutkan bicaranya : “kalau begitu saya mau tutwuri
(ikut) sampeyan saja, saya sudah sangat lelah,
barangkali sampeyan punya air sekedar untuk saya minum”. Walhasil Raden Mas
Pangeran Kerthoyudo dan istrinya dipersilahkan oleh Kyai Gibah datang ke rumah
beliau untuk makan dan minum seadanya.
Setelah makan dan minum, Raden Mas Pangeran Kerthoyudo dan Kyai Gibah kemudian
bercakap-cakap kembali, saling memperkenalkan diri lebih jauh. Dalam percakapan
tersebut akhirnya Kyai Gibah meminta kepada Raden Mas Pangeran Kerthoyudo untuk menetap di rumahnya, “Sampean
(Raden Mas Pangeran Kerthoyudo) jangan pergi kemana-mana, tinggal saja dirumah
saya bila Sampeyan berkenan dan kerasan, saya ingin sampeyan mengajarkan ilmu
agama kepada saya, sebab saya senang dan bahagia sekali bisa dekat
dan memperdalam ilmu ibadah pada sampeyan” kata Kyai Gibah pada Raden Mas Pangeran Kerthoyuda.
Selanjutnya,
menetaplah Raden Mas Pangeran Kerthoyudo bersama istrinya di dusun prapen,
tepatnya di rumah Kyai Gibah, sambil mengajarkan ilmu agama islam dan dzikir
Thariqoh Syaththariyah kepada Kyai Gibah dan istrinya.
Waktu terus berjalan, akhirnya istri Raden Mas Pangeran Kerthoyudo (Raden Ayu
Ibu) mengandung putra pertamanya. Dan ketika kandungan Raden Ayu Ibu telah
berumur sekitar sepuluh bulan, Raden Mas Pangeran Kerthoyudo berkeinginan untuk
sambang ke negeri Kertasura (itupun setelah meminta
persetujuan dari istri beliau untuk ditinggal di dusun
prapen di rumah Kyai Gibah). Kepada Kyai Gibah beliau menitipkan istrinya
selama ditinggal sementara waktu, “mungkin sekitar enam puluh hari saya sudah
kembali lagi di dusun Prapen” kata Raden Mas Pangeran Kerthoyudo kepada Kyai
Gibah. “Inggih, dido’akan saja, Mudah-mudahan saya diberikan kekuatan dan
kesehatan dalam menjaga dan ngopeni (menghidupi) istri Raden Mas”,
begitu jawab Kyai Gibah. Raden Mas Pangeran Kerthoyudo juga berpesan kepada
Kyai Gibah : “Apabila suatu saat istri saya melahirkan anak laki-laki, maka
berilah nama Raden Ali, dan jika bayi yang dilahirkan adalah perempuan
maka terserah sampeyan untuk memberi nama”.
Sepeninggal Raden Mas Pangeran
Kerthoyudo, Raden Ayu Ibu merasa hari-harinya gundah gulana, kesepian
karna ditinggal suami tercintanya pulang ke negeri Kertasura.
Sementara itu, setelah Raden
Mas Pangeran Kerthoyudo telah sampai di Kertasura, tak lama kemudian beliau
meninggal dunia di sana, dan kemudian dimakamkan di dusun Sekar Kenongo.
Sementara itu
pula, ketika kandungan Raden Ayu Ibu telah berumur sekitar sebelas bulan,
beliau melahirkan seorang putra laki-laki yang kemudian diberi nama Raden
Ali, seperti yang telah diamanatkan oleh Raden Mas Pangeran Kerthoyudo
kepada istri tercintanya dan Kyai Gibah.
10. Raden Ali (Al Masyhur Mbah Raden Ali)
Wafat
dimakamkan di Ngelom Pesantren Taman Sepanjang.
Alkisah, Ketika Raden Ali kecil menginjak umur
satu bulan, Raden Ayu Ibu meninggal dunia. Kemudian Raden Ali kecil diasuh oleh
Kyai Gibah dan istrinya. Saat mengasuh Raden Ali kecil,
Kyai Gibah bersama istrinya senantiasa merasa bahagia, terlebih sejak
kecil Raden Ali tidak pernah mengalami sakit-sakitan. Pun juga, Kyai Gibah
merasa ada yang istimewa ketika mengasuh Raden Ali kecil, tanaman mentimunnya
selalu panen dengan
hasil yang melimpah, rizkinya pun semakin hari
semakin bertambah banyak pula.
Semenjak kecil Raden Ali telah memiliki sifat menjauhi cinta dunyo brono
(harta dunia). Kemudian setelah Raden Ali beranjak dewasa beliau melakukan puasa
riyadloh, dan berkhalwat di dusun Bendul Surabaya. Tiap hari beliau tidak
banyak merasakan tidur, tidak pula banyak makan. Hari-hari beliau jalani dengan
berpuasa. Kalaupun beliau harus tidur, beliau tidur diatas rakitan bambu
berbantal kayu.
Suatu ketika, saat Raden Ali telah berkeluarga namun masih belum dikaruniai
putra, beliau mempunyai seorang santri (murid) yang bernama Jamal, yang diberi
tugas oleh beliau untuk merawat dan menanam berbagai tanaman palawija di tanah
milik Raden Ali, seperti cabe, terong, kerai, dan kacang kacangan. Namun
anehnya, ketika tanaman tersebut telah masak dan siap untuk dipetik, justru
beliau diperintah oleh Raden Ali untuk segera mengumumkan kepada warga
masyarakat, barang siapa yang berkenan dan menghendaki hasil tanamannya agar
memetik sendiri.
Selanjutnya Raden Ali menetap dan mendirikan pesantren di dusun Ngelom
Sepanjang Taman Sidoarjo (sebuah kawasan atau daerah yang waktu itu berada
dalam kekuasaan Adipati Jenggala), yang kemudian pada perkembangannya,
akhirnya Ngelom dikenal sebagai pusat awal perkembangan Islam di
daerah Sekitarnya. Raden Ali
wafat dan dimakamkan di dusun Ngelom Pesantren, kecamatan Taman
Sepanjang. Dan dari seorang istri, Mbah
Raden Ali menurunkan 7 keturunan, 4 putra dan 3 putri :
1.
Bahauddin
Alkisah, ketika Bahauddin merantau, dalam rangka
thalabul ilmi di kota Makkah Al Mukarramah, beliau meninggal dunia dan
dimakamkan disana. Kemudian selanjutnya, untuk mengenang nama putra Mbah Raden
Ali yang wafat di kota Makkah Al Mukarramah, maka masjid dan yayasan pondok
pesantren di Ngelom diberi nama Bahauddin.
2.
Ahmad Rifa’i
Wafat dimakamkan di Ngelom
Pesantren
3.
Abu Hasan
Wafat dimakamkan di Ngelom
Pesantren
4.
Jaya Ulama
Alkisah, Jaya Ulama telah diberi izin oleh Adipati Suropringgo
pada waktu itu, untuk mengajar ilmu agama di kota Suropringgo (Surabaya).
Jaya Ulama mempunyai
seorang putra bernama Mas Ngabehi
Sumo Direjo yang kemudian diangkat menjadi adipati di kota Suropringgo (Surabaya) dikemudian hari. Jaya Ulama wafat dimakamkan
didesa Wonocolo Sepanjang.
5.
Sanifah
Wafat dimakamkan di Ngelom
Pesantren
6.
Talbiyah
Wafat dimakamkan di Ngelom
Pesantren
7.
Sahinah
Wafat dimakamkan di Ngelom
Pesantren
Lokasi Kompleks
Makam Mbah Raden Ali
Kullu Nafsin Dza’iqotul Maut, setiap yang bernafas pasti akan
mengalami sesuatu yang disebut kematian. Tak ada satu pun di dunia ini yang
akan kekal abadi. Bagi para Pendosa Musyrikin, kematian adalah pintu menuju
siksa dan pesakitan abadi. Tapi sebaliknya, kematian bagi para Waliyullah
adalah pintu yang mengantarkankannya menuju ruang kebahagiaan dan kedamaian
yang hakiky serta abadi. Kematian bagi para Wali Allah adalah satu-satunya
jalan untuk mengobati kerinduan perjumpaan dengan Sang Maha Kasih. Dan apakah ada yang dapat
menandingi kenikmatan dan kebahagiaan bagi sang pecinta yang
memendam kerinduan selain berjumpa dengan sang kekasih, Allohu Rabbul Izzati ?.
Karenanya, di bibir mereka selalu terlukis senyuman, manakala kematian
menjemputnya. Tapi tidak bagi yang ditinggalkan, hujan air mata, dan duka karna
ditinggalkan, pasti akan terasa menyesakkan dada. Mbah Raden Ali telah tiada,
meninggalkan kita semua.
Tak ada satu catatan pun ditemukan yang menulis
cerita tentang tahun, bulan, tanggal dan hari wafat Mbah Raden Ali. Akan tetapi
dapat diketahui dari berita turun temurun yang disampaikan dari mulut
ke mulut yang menyatakan bahwa Mbah Raden Ali meninggal
pada bulan Sya’ban
hari ke ketujuh belas. Sedangkan mengenai tahun wafat beliau, informasi
yang diterima oleh penulis dari beberapa orang, ternyata banyak terjadi
perbedaan pendapat, yang semuanya tidak bisa dipertanggung jawabkan akurasi
kebenarannya.
Jenazah Mbah Raden Ali di semayamkan di Kompleks pemakaman keluarga, di
desa Ngelom Pesantren Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, tepatnya berada di
sebelah selatan Masjid Bahauddin,
depan Madrasah
Aliyah Bahauddin Ngelom.
Adapun akses jalan menuju
pemakaman Mbah Raden Ali tidaklah banyak ditemukan kesulitan. Sebab Ngelom
Pesantren adalah desa yang dilewati oleh jalan protokol yang menghubungkan
antara Surabaya-Sepanjang, atau Sepanjang-Sidoarjo.
Catatan Tambahan :
Salah satu diantara beberapa Ulama' yang pernah singgah dan nyantri di pesantren Ngelom Sepanjang adalah KH. Abdul Djabbar ayahanda KH. Moch Faqih Maskumambang.
Catatan Tambahan :
Salah satu diantara beberapa Ulama' yang pernah singgah dan nyantri di pesantren Ngelom Sepanjang adalah KH. Abdul Djabbar ayahanda KH. Moch Faqih Maskumambang.
13 komentar:
siip tapi masih kurang banyak ....
mohon ditambahi silsilahnya Ok biar tambah sip
Waah tambah siip kalo silsilah sang penulis juga diupload
kalo boleh kunjungi juga lapak saya Gan ..!!!
ndak usah banyak2. itu saja dah cukup. judulnya saja "SEKILAS TENTANG MBAH RADEN ALI", lalu ngapain silsilah cucu-cicitnya di ikut2kan segala. ndak penting ! sebab aku ndak mbahas cucu-cicitnya. kalau mau cerita yang laen, ya kita buat ja nanti judul yang laen. thank's atas saran n atensinya. Syukron jiddan !
Sekarang yg terpenting adalah "sopo aku" bukan "sopo bapakku" dg tanpa menghilangkan "buah jatuh g jauh dr pohonnya" !
laisal fata man yaqulu hadza abi, walakinnal fata man yaqulu haa anadza !
apa ini mbah ali yg bergelar jaya raga???
Mohon maaf, dari keterangan catatan yang kami himpun tidak kami temukan sebutan bagi mbah Raden Ali dengan gelar mbah jaya raga.
Anda Siapa ?
Kalau sejarah berdirinya pondok Ali Arrofi'i, AN-Nidhamiyah dan al-ISMAIliyah gimana? Mungkin bisa juga diulas. TRIMS
Ada yang harus diketahui bersama, bahwa di Taman ini terdapat dua sosok ulama (masyayikh Ahlul Ilmi) :
1. KH. Raden Ali yang terkenal dengan "Mbah Raden Ali" (Ngelom) seperti yang tercantum pada ulasan blog ini.
2. KH. Raden Mas Ali yang terkenal dengan "Mbah Ali" yang berada di desa Tawangsari Taman (desa yang berbatasan langsung dengan Ngelom ini). Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Badri As-Salafy Tawangsari, yang merupakan tempat mondoknya beberapa kyai besar pendiri NU salah satunya adalah KH. Wahab Hasbulloh (Jombang). Masa hidup beliau lebih tua dari KH. Raden Ali (ngelom). Beliau ini merupakan keturunan dari Sayyid Abdurrahman (Mas Karebet). Beliau adalah putra KH. Raden Mas Abdulloh Joyo Rogo (Jaya Raga). Makam beliau dan keluarganya di komplek makam belakang Masjid Al-Badri Tawangsari (Belakang gedung SMP Darul Muta'allimin/ SMP Damin Tawangsari) yakni di RT. 01 RW.01.
Allohummaghfir Lahum Wab hatshum ilaa Jannatika Yaa Kariim
Yang bergelar Jaya Raga itu adalah KH. Raden Mas Ali di Tawangsari (Pendiri PP. Salaf Al-Badri). Lokasi makam beliau ada di komplek makam ndalem, belakang masjid Al-Badri Tawangsari (Belakang SMP Darul Muta'allimin/ SMP Damin Tawangsari).
Perlu untuk diketahui, bahwa KH Mas Ali dan Mbah Raden Ali itu berbeda orang dan kurun waktu masa hidupnya.
Bila KH Mas Ali itu sekira antara 3 atau 4 keturunan sampai sekarang. Sedangkan Mbah Raden Ali itu sekitar antara 7 atau delapan keturunan sampai sekarang.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.